Aceh Tamiang, Warta Ahmadiyah- Di Aceh Tamiang, kemanusiaan tidak hadir dalam sorotan kamera atau narasi yang dibuat-buat.
Ia datang secara sunyi melalui langkah para relawan yang menembus medan berlumpur, dapur umum yang tetap mengepul meski listrik kerap padam, serta nasi bungkus yang dibagikan tanpa pernah bertanya siapa yang akan melihat.
Pada 14 Desember 2025, tim Humanity First Indonesia (HF) resmi tiba di Aceh Tamiang. Sebelumnya, sejak 10 Desember 2025, tim HF telah melakukan asesmen awal dan berkoordinasi dengan BPBD setempat untuk menentukan titik-titik pelayanan kemanusiaan selama masa tanggap darurat.
Sejak hari pertama kehadirannya, satu nilai menjadi napas seluruh aktivitas Humanity First di Aceh Tamiang: kemanusiaan tanpa pamrih. Nilai ini bukan sekadar slogan, melainkan prinsip hidup yang diuji dan dijalankan langsung di lapangan.
Hadrat Khalifatul Masih V, Hadrat Mirza Masroor Ahmad atba, menegaskan bahwa pelayanan kepada umat manusia merupakan ajaran mendasar Al-Qur’an, yang telah dicontohkan secara sempurna oleh Rasulullah saw.
Beliau menolong siapa pun tanpa memandang latar belakang agama atau keyakinan. Spirit inilah yang terus diwariskan oleh Hadhrat Masih Mau’ud as dan para Khalifahnya.
Para relawan HF hadir dengan keyakinan bahwa melayani manusia adalah jalan meraih ridha Allah Ta‘ala. Tidak ada perhitungan untung dan rugi, tidak ada keluhan yang dibungkus dramatis. Yang ada hanyalah kesadaran bahwa ketika penderitaan itu nyata, maka kehadiran pun harus nyata.
Di Aceh Tamiang, relawan tidak sekadar membantu korban, tetapi memilih menjadi bagian dari kehidupan mereka.
Dapur umum menjadi dapur bersama, tempat relawan dan penyintas memasak serta makan dalam ruang kemanusiaan yang setara.
Rintangan Dihadapi Relawan dengan Ikhlas dan Semangat

Kondisi lapangan jauh dari kata ideal. Air bersih sulit diperoleh, listrik sering padam, logistik harus ditempuh berjam-jam ke kota lain. Malam dilalui dengan tidur beralaskan lantai masjid bersama para pengungsi. Namun, semua itu dijalani dengan satu prinsip: letakkan penderitaan korban di atas pundakmu.
Anak-anak tertawa dalam sesi trauma healing bukan karena permainan mewah, tetapi karena ada yang duduk sejajar, mendengarkan, dan menghadirkan rasa aman. Para ibu tersenyum bukan semata karena bantuan, melainkan karena kehadiran yang tulus.
Di saat logistik menipis, bantuan datang dari arah yang tak disangka. Ketika tenaga melemah, relawan lokal—termasuk ibu-ibu Dusun Bukit Suling yang juga korban—datang membantu tanpa diminta. Inilah pertolongan Allah Ta‘ala yang hadir melalui ketulusan.
Laporan mencatat puluhan ribu porsi makanan tersalurkan, ratusan pasien tertangani, dan puluhan anak mendapat pendampingan. Namun lebih dari angka, Aceh Tamiang menjadi saksi bahwa kemanusiaan bukan sekadar program, melainkan perjumpaan dan kesetaraan.
Inilah makna sejati kemanusiaan tanpa pamrih. Terima kasih kepada seluruh relawan dan petugas Humanity First yang telah mengkhidmati para korban di Aceh Tamiang. Semoga Allah Ta‘ala membalas setiap pengorbanan dengan keberkahan dan kesehatan untuk terus melayani umat manusia. *