Padang– Ketua Rumah Moderasi Beragama UIN Imam Bonjol, hadiri pertemuan tahunan jemaah Muslim Ahmadiyah yang digelar di Masjid Mubarak, Padang pada Sabtu, 28 Oktober 2023.
Dalam Jalsah Salanah Muhammad Taufik, memberikan sambutannya yang mempromosikan pentingnya sikap terbuka (open-minded) dalam merangkul perbedaan dalam beragama.
Sebagai Ketua Rumah Moderasi Beragama UIN Imam Bonjol, ia membahas konsep moderasi beragama, yang berfokus pada sikap, pandangan, dan praktik beragama yang mendasarkan diri pada nilai-nilai substansial dalam agama, seperti kemaslahatan, keadilan, dan kemanusiaan.
Taufik menyampaikan bahwa terdapat empat indikator utama dalam moderasi beragama: komitmen kebangsaan, toleransi, penghormatan terhadap tradisi lokal, dan kemanusiaan.
Menurutnya, ketika indikator-indikator tersebut terpenuhi, masyarakat dapat dianggap sebagai masyarakat yang moderat.
“Begitupun dengan Ahmadiyah,” katanya pada Warta Ahmadiyah saat menghadiri Jalsah Salanah di Masjid Mubarak Padang pada Sabtu, 28 Oktober 2023.
Saat berbicara mengenai perbedaan dalam beragama, Taufik menekankan pentingnya membuka dialog dan berkomunikasi dengan kelompok agama lain.
“Membuka diri. Ketika semuanya sudah membuka open mind, membuka diri, kemudian akan muncul yang namanya open heart, buka hati. Ketika buka hati, itu kan yang munculkan sikap empatik,” lanjutnya.
Dia menyatakan bahwa ketika masyarakat memahami dan menghargai perbedaan dalam beragama, kerukunan dapat terwujud.
Dalam upayanya mempromosikan pemahaman dan toleransi, Taufik mendorong penggunaan pendidikan dan ruang pertemuan sebagai sarana untuk membangun pemahaman yang lebih baik di antara berbagai kelompok agama dan keyakinan.
“Mungkin pada event-event Ahmadiyah, mungkin mengundang masyarakat-masyarakat lebih luas untuk mengenal Ahmadiyah seperti apa. Maka pengenalan itu akan masuk kita pada aspek tahu, dan mengetahui cara bagaimana Ahmadiyah beragama berkeyakinan,” jelasnya.
Sedangkan dalam mempromosikan moderasi beragama, Muhammad Taufik menekankan pentingnya komitmen kebangsaan, toleransi, dan pemahaman terhadap perbedaan keyakinan sebagai langkah-langkah utama menuju kehidupan beragama yang damai dan inklusif.
“Saya mencoba untuk memahami bagaimana Ahmadiyah beragama. Ahmadiyah juga bagaimana sesungguhnya orang Sumatera Barat beragama. Ketika kedua komponen ini sudah saling memahami, saya pikir ini akan damai,” tutupnya.