Home / Nasional / Berita Peristiwa
Tri Wahyuni, CNN Indonesia | Senin, 08/12/2014 14:15 WIB
Jakarta, CNN Indonesia — Ombudsman Republik Indonesia (ORI) meminta Presiden Joko Widodo untuk menyelesaikan persoalan pengungsi jemaat Ahmadiyah. ORI menilai selama ini penanganan pengungsi Ahmadiyah masih jauh dari visi misi Nawa Cita Jokowi.
Anggota Ombudsman Bidang penyelesaian Laporan dan Pengaduan, Budi Santoso, mengatakan Jokowi perlu membuktikan Revolusi Mental yang digembar-gemborkan selama masa kampanye untuk menyelesaikan persoalan Ahmadiyah.
“Kalau dilihat Nawa Cita itu keinginan kuat bahwa negara harus hadir di semua persoalan masyarakat,” katanya dalam Peluncuran Laporan Tim Gabungan Advokasi Untuk Pemulihan Hak-Hak Pengungsi Ahmadiyah di Nusa Tenggara Barat (NTB) di Gedung Ombudsman, Jakarta, Senin (8/12).
Dalam persoalan Ahmadiyah, Budi melihat absennya peran negara sehingga nasib jemaat masih jauh dari ideal untuk menjalani kehidupan secara normal. Hal tersebut, katanya, terutama pemenuhan hak dasar seperti administrasi kependudukan untuk akses pendidikan.
Sejauh ini, pihaknya telah berupaya memberikan pemenuhan hak dasar tersebut. Namun, hal itu dinilai belum cukup. Budi berharap negara bisa hadir di tengah pengungsi Ahmadiyah untuk mengupayakan hak dasar memeluk keyakinan yang dipilih.
Lebih jauh lagi, Budi menilai persoalan intoleransi merupakan persoalan yang mesti diselesaikan oleh negara. “Mudah-mudahan dalam persoalan Ahmadiyah Jokowi bisa meniru sikap Gusdur yang jelas dan tegas keberpihakan pada minoritas, suku dan agama,” ujar dia.
Tim Gabungan Advokasi terdiri atas beberapa lembaga penggiat Hak Asasi Manusia (HAM) dan keadilan sosial seperti Komnas HAM, Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan (Komnas Perempuan), Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Ombudsman RI. “Kami mendesak Presiden Jokowi menjadikan isu perlindungan hak atas kebebasan beragam dan berkeyakinan sebagai agenda prioritas,” ujar dia.
Sementara itu, Jayadi Damanik dari Komnas HAM mengatakan hingga saat ini perilaku diskriminasi terhadap pengungsi jemaat Ahmadiyah di NTB meningkat. Perilaku diskriminatif tersebut dilakukan mulai dari pejabat publik hingga aparat kepolisian. “Saya melihat dan mendengar sendiri pejabat pemerintahan di sana berkata,’Agama saya Islam. Bagi saya Ahmadiyah itu sesat,” kata dia mengutip pernyataan pejabat bersangkutan.
Berdasarkan penelusuran tim Gabungan Advokasi, ditemukan beberapa catatan diskriminasi terhadap pengungsi jemaat Ahmadiyah yang perlu mendapatkan perhatian serius pemerintah, diantaranya gugatan status hukum pernikahan terhadap perempuan yang menikah dengan orang non-Ahmadiyah, ancaman perkosaan dan pelecehan seksual, penyerangan dan pengusiran, serta sulitnya mengurus Kartu Tanda Penduduk, akta nikah, kartu keluarga hingga pembedaan rapor siswa warga Ahmadiyah.
Hingga kini, tercatat jumlah pengungsi Ahmadiyah di Nusa Tenggara Barat mencapai 200 pengungsi atau 42 Kepala Keluarga yang terpencar di daerah Transito dan Praya. (utd/sip)