Yogyakarta– Jaringan GUSDURian Indonesia berkolaborasi dengan INFID (International NGO Forum on Indonesian Development) mengadakan kegiatan Youth Camp yang bertajuk Muda Toleran pada 1 sampai 4 September 2022 di Kampung Media Wisma & Cottage, Sleman Yogyakarta.
Acara tersebut diikuti oleh 30 peserta perwakilan dari beragam suku, ras, agama, kepercayaan dan beragam identitas gender dari seluruh wilayah Indonesia diantaranya Katolik, Kristen, Hindu, Budha, Konghuchu, Syiah, Ahmadiyah dan LGBT (lesbian, gay, biseksual, dan transgender). Sementara, perwakilan Ahmadiyah 2 orang, terdiri dari Rafi Assamar Ahmad (Pemuda Ahmadiyah Majalengka) dan Qanita Qamarunisa (Media Center Nasional Ahmadiyah).
Kegiatan tersebut merupakan sebuah pelatihan untuk menguatkan kapasitas orang muda dalam mengelola isu keberagaman dan pembangunan isu toleransi. Hal tersebut menjadi penting karena keterlibatan anak muda dalam tindakan intoleransi cukup tinggi, terutama sebagai pelaku tindakan ujaran kebencian di media sosial.
Salah satu strategi untuk mewujudkan masyarakat toleran adalah kampanye keberagaman melalui berbagai platform, termasuk media digital yang terbukti lebih luas menjangkau masyarakat dan lebih efektif memengaruhi opini publik. Selain itu, orang muda saat ini menempati urutan teratas dalam penggunaan teknologi informasi.
Kamis, 1 September 2022, Kegiatan diawali dengan pembukaan oleh Abdul Waidi selaku Senior Program Officer on Human Rights and Democracy INFID, serta pengarahan acara oleh Pandu selaku Fasilitator menjelaskan maksud dan tujuan diadakannya program Youth Camp ini diantaranya yaitu meningkatkan kapasitas orang muda dalam mengelola dan membangun narasi untuk mempromosikan toleransi dan mencegah ekstremisme-kekerasan, berbagi pengalaman dalam mengelola komunitas dan pengalaman dalam mengelola isu toleransi di tingkat daerah. Serta, mendiskusikan strategi membangun komunikasi dan dialog lintas agama dan lintas kultural di komunitasnya masing-masing.
Jumat, 2 September 2022, Sesi di hari kedua diawali dengan materi Udar Prasangka : Mengenal yang berbeda yang dipandu oleh Leni, Tim Fasilitator Jaringan GUSDURian. Udar prasangka berarti melepaskan seluruh prasangka yang selama ini mucul dari pikiran dan pemahaman peserta terhadap peserta lain yang berbeda agama dan keyakinan.
Pada sesi ini juga, semua peserta berhak menyampaikan pengalaman mereka selama ini tentang tradisi agama atau keyakinan lain yang sering kali disalahartikan. Upaya ini dilakukan agar tercipta pengenalan dalam konteks keberagaman yang selama ini sering disalahartikan dalam tradisi agama masing-masing. Kadangkala karena tidak adanya pengenalan yang mendalam, maka tercipta sebuah stigma buruk terhadap keyakinan orang lain. Stigma buruk inilah yang mengendap dalam pikiran dan perasaan seseorang terhadap keyakinan tertentu yang berbeda dengannya. Pada akhirnya menyebabkan terjadinya tindakan kebencian dan permusuhan.
Di hari yang sama, kegiatan dilanjutkan dengan field trip, dimana seluruh peserta terbagi dalam 3 kelompok untuk melakukan kunjungan ke Pondok Pasantren Waria Al-Fatah, Pura Jagatnatha, dan Penghayat Kepercayaan Sapta Darma. Peserta mengunjungi tempat tersebut guna mendapatkan informasi dan berdialog langsung dari sumbernya. Dengan belajar secara langsung pada pusat agama itu, akan terhindar dari persepsi negatif terhadap keyakinan orang lain dan kerukunan umat beragama tetap terawat dengan baik.
Dimalam harinya setiap peserta memberikan kesan atas apa yang mereka dapatkan saat kunjungan. Salah satu peserta yang mengunjungi Pondok Pasantren Waria menyampaikan bahwa dengan kunjungan tersebut ia bisa belajar bagaimana sejatinya menjadi manusia, menghargai perbedaan, mengapresiasi kemampuan, dan menyelesaikan permasalahan tanpa melihat sekat golongan apapun.
“Mungkin sudut pandang aqidah, fiqih dan sejenisnya kita bisa berbeda. Tapi soal semangat muamalah rahmatan lil alamin, kita sama” ujar Farid salah satu peserta Youth Camp.
Hari ketiga, diisi dengan materi Hak Konstitusi Warga Negara oleh Beka Ulung Hapsara selaku Komisioner KOMNAS HAM RI, ia menyampaikan Kebebasan beragama dan berkeyakinan (KBB) merupakan hak setiap orang. Hak itu termasuk hak berganti agama atau kepercayaan, menjalankan agama atau kepercayaan, serta hak untuk tidak beragama. Kebebasan beragama dan berkeyakinan merupakan hak asasi manusia (HAM) yang dilindungi oleh negara.
“Agama seseorang tidaklah mengurangi hak seseorang sebagai warga negara,” kata Beka Ulung Hapsara, Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM.
Beka menjelaskan bahwa kewajiban negara terhadap KBB serupa dengan kewajiban negara terhadap HAM. Kebebasan menjalankan agama atau kepercayaan hanya dapat dibatasi oleh ketentuan berdasarkan hukum, dan yang diperlukan untuk melindungi keamanan, ketertiban, kesehatan, atau moral masyarakat, serta hak-hak dan kebebasan orang lain.
Kegiatan ini ditutup dengan peace concert, seluruh peserta dibagi kedalam 6 kelompok, masing-masing kelompok diantaranya menampilkan nyanyian, tarian, stand up comedy hingga drama musikal. Semoga dengan adanya ruang perjumpaan ini perbedaan yang ada membuat hidup menjadi berwarna dan jauh dari konflik karena perbedaan inilah yang akan menyatukan Indonesia.