Jakarta – Ahmadiyah terus melakukan aktivitas dan upaya pembauran bersama masyarakat, keikutsertaan jemaat Ahmadiyah dalam aktivitas berpengaruh positif terhadap relasi jemaat Ahmadiyah dengan masyarakat luar.
Hal itu terlihat pada kegiatan pengajian majelis taklim RW 01 yang diadakan Jemaat Ahmadiyah Lenteng Agung pada Selasa, (14/09/2022) silam di Masjid Al-Mubarak. Ahmadiyah Lenteng Agung menegaskan bahwa selama ini tidak pernah berjarak dengan masyarakat, pernyataan itu disampaikan oleh Encep, selaku Sekr. Humas Lenteng Agung
“Alhamdulillah selama ini kita tidak ada masalah dengan masyarakat sekitar, jika ada kegiatan antar wargapun saling bahu-membahu, baik itu di lingkungan RT, RW maupun kelurahaan jadi kita disini dari dulu sangat tidak eksklusif, kita inklusif sama-sama saling menghormati, saling menghargai” ujar Encep
Menurutnya, hal itu dipengaruhi karena kultur Betawi, dimana pada umumnya penduduk kelurahan Lenteng Agung adalah masyarakat Betawi, sehingga adat istiadat yang berlaku adalah budaya Betawi. Faktor identitas budaya inilah yang menjadikan hubungan komunal yang terjalin berjalan damai antara Jemaat Ahmadiyah dengan masyarakat di Lenteng Agung.
“Mungkin karena kultur kita Budaya Betawi, kakek saya itu awalin di Jemaat Lenteng Agung Alm. Haji Sya’ban itu orang Betawi jadi alhamdulillah semua disini hubungan kita dengan lingkungan mulai dari jajaran sampai atas itu bagus” ujar Encep
“malah ada beberapa intimidasi dari luar yang hendak mempersekusi kita, namun pak RT dan pak RW pasang badan jadi kalau ada apa-apa mereka itu justru yang menghalangi dulu, udah beberapa kali seperti itu” lanjutnya
Ahmadiyah pertama kali masuk ke Lenteng Agung dibawa oleh Haji Sya’ban yang merupakan warga asli betawi keturunan Engkong Sakam, yang merupakan seorang Bek dan jawara. Pada masa perjuangan, banyak jawara jawara yang mencari ilmu silat termasuk Haji Sya’ban. Pada saat awal masa kemerdekaan, Haji Sya’ban mendengar ada orang hebat yang tinggal di Jalan Gerobak, Petukangan. Niat awalnya ia ingin belajar ilmu silat di sana, namun setelah beberapa waktu lamanya ia berguru di sana, bukannya ilmu silat yang ia dapatkan melainkan ilmu agama yang ia dapat. Dari sinilah awal ia mengenal ajaran Ahmadiyah.
Setelah beberapa tahun Haji Sya’ban belajar ajaran Ahmadiyah, ia membawa dan mencoba membagi ilmu kepada keluarga dan kerabat dekatnya di Lenteng Agung , diikuti oleh tokoh tokoh lain seperti Haji Suparman seorang kepala sekolah dan Mi’at seorang saudagar asli kampung Babakan. Rata rata pada tahun 1935, jawara-jawara terlebih dahulu yang ikut dalam ajaran Ahmadiyah.
Kerukunan yang terjadi antara Jemaat Ahmadiyah dengan masyarakat Lenteng Agung saat ini salah satunya dikarenakan tokoh Ahmadiyah merupakan warga asli yang sudah turun temurun menetap di Lenteng Agung. Selain itu, tokoh Ahmadiyah di Lenteng Agung juga memiliki hubungan keluarga dengan masyarakat sekitar di Lenteng. Maka, keberadaan Jemaat Ahmadiyah di Lenteng Agung dianggap memiliki hubungan darah dengan tokoh masyarakat sekitar menjadikan hubungan turun-temurun antar masyarakat saling menjaga satu dengan lainnya.
Sejak awal berdirinya Ahmadiyah di Lenteng Agung, belum pernah terjadi konflik terhadap keberadaan Ahmadiyah dengan warga masyarakat sekitar. Karenanya selain ancaman yang datang dari luar seperti yang dilakukan FPI terhadap Jemaat Ahmadiyah di Lenteng Agung, tidak pernah terjadi perselisihan. Menurutnya, unsur perbedaan pandangan keagamaan yang terjadi di masyarakat telah selesai semenjak dahulu yang diselesaikan sesepuh dan orang tua yang membuat masyarakat saat ini saling melindungi terhadap ancaman yang datangnya dari luar.