Yogyakarta – Dalam rangka merawat toleransi serta jalinan persaudaraan, Jemaat Ahmadiyah Yogyakarta melangsungkan kegiatan Dialog Kita. Kegiatan tersebut adalah upaya Ahmadi Jogja untuk mempertemukan seluruh elemen masyarakat di DI Yogyakarta dalam satu kesempatan untuk mendiskusikan, mendialogkan, tentang problem-problem aktual masyarakat. Sabtu (18/06/2022)
Program yang biasa disebut “Dialog Kita” ini diawali dengan Shalat Isya berjamaah yang dipimpin oleh Mln. Bilal Ahmad Bonyan. Sekitar pukul 19.30 WIB dialog dimulai oleh Umar Farooq Zafrullah sebagai moderator. Dialog dibuka dengan pemaparan Mln. Bilal Ahmad (Mubaligh JAI Yogyakarta) tentang bagaimana Islam mengajarkan untuk cinta tanah air.
Menurut Mln. Bilal bahwa Islam dan Nabi Muhammad mengajarkan untuk mencintai tanah air. Setidaknya melalui dua alasan yakni, alasan pertama bahwa Cinta tanah air sendiri diajarkan oleh Rasulullah, sebagaimana diriwayatkan oleh Ibn Hibban : “Alangkah baiknya engkau sebagai sebuah negeri dan engkau merupakan negeri yang paling aku cintai. Seandainya kaumku tidak mengusirku dari engkau, niscaya aku tidak tinggal di negeri selainmu.” (HR Ibnu Hibban).
Yang kedua adalah alasan fitrat manusia yang memang terkoneksi dengan ‘tanah-air’ primordial, yakni Allah Swt. sebagaimana dinyatakan dalam Q.S Al-A’raf : 172 yang mana manusia telah berjanji kepada Allah Swt. bahwa Allah adalah Tuuhan mereka.
Dr. Subkhi Ridho (Dosen Universitas Muhammadiyah Yogyakarta), mengatakan “Kebanyakan orang belum dapat mencintai tanah airnya sepenuh hati adalah karena masih banyak diantara masyarakat Indonesia yang terbelenggu oleh kemiskinan dan kebodohan. Kemiskinan dan kebodohan diperkuat dengan cepatnya arus informasi, sehingga kadang, kita mendapatkan informasi yang tidak benar atau hoax” Ucapnya
Menanggapi pemaparan Mln. Bilal Ahmad Lebih lanjut Dr.Subkhi berpendapat bahwa, mencintai tanah air ini adalah bagian daripada keimanan, hubbul wathan minal iman. Dan juga mencintai tanah air ini tidak bertentangan sama sekali dengan ajaran Islam, malah, Islam menganjurkan untuk bisa mencintai tanah air. Dalam acara tersebut, ada pula peserta yang bertanya, bagaimana seorang Ahmadi mengatasi cintanya yang mendua, yakni cinta pada Khilafah/Khalifah, serta cinta Tanah Air. Mln. Bilal menjawab, bahwa sebenarnya tidak ada kemenduaan dalam cinta seorang Ahmadi.
Seorang Ahmadi, haruslah juga ia mencintai tanah airnya dimanapun dan sampai kapanpun. Sebagai seorang Ahmadi, ada syarat Bai’at kepada Hz. Mirza Ghulam Ahmad, dan syarat tersebut adalah: “Akan senantiasa menghindarkan diri dari segala corak bohong, zina, pandangan birahi terhadap bukan muhrim, perbuatan fasik, kejahatan, aniaya, khianat, mengadakan huru hara dan memberontak.
Serta tidak akan dikalahkan oleh hawa nafsunya meskipun bagaimana kuat dorongan kepadanya”. Poin tersebut menjadi landasan bagi Ahmadi untuk tidak memberontak sama sekali, pada pemerintahan dan juga pada kesepakatan yang telah disepakati di suatu negara. Tidak ada alasan bagi seorang Ahmadi untuk tidak mencintai tanah airnya.
Oleh karenanya, seorang Ahmadi yang mencintai Khalifahnya, secara niscaya mereka akan mencintai tanah airnya. Acara Dialog Kita dihadiri sekitar 25 orang, dari berbagai latar belakang yang berbeda. Mulai dari anggota GAI (Gerakan Ahmadiyah Lahore), Mahasiswa Kolsani Katolik, teman-teman Nadhiyin, Mahasiswa UGM, dan mahasiswa/mahasiswi Muslim Ahmadi. Acara “Dialog Kita” ditutup dengan doa bersama.
Editor : Rahma Rosadi