Tebing Tinggi, (12/2/2020). Dialog antar agama dan keyakinan di tengah maraknya aksi intoleransi akhir-akhir menjadi perhatian dari peserta seminar Kopi Toleransi. Seperti baru-baru ini heboh terjadi penolakan masyarakat atas renovasi Gereja Katolik Paroki Santo Joseph di Karimun, Kepulauan Riau dan juga penyerangan Masjid di Minahasa Utara.
Acara seminar ini bertujuan menyebarkan ‘virus’ toleransi melalui ngopi bareng antar para pemeluk agama dalam rangka menghidupkan nilai toleransi.
Hal itu antara lain diungkapkan para pembicara seminar “Toleransi Mewujudkan Perdamaian”, yang berlangsung pada Kamis (12/2) di 3D Cafe Jl. Imam Bonjol, Kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara.
Seminar yang digagas oleh #KOPITOLERANSI diselenggarakan atas kerja sama Badan Perayaan Tasyakur JAI, Rembuk Pemuda, Clean The City dan MKAI Tebing Tinggi.
Sejumlah tokoh lintas kalangan dan agama jadi pembicara pada seminar ini, antara lain dari Islam diwakili oleh Mubaligh Ahmadiyah Daerah Sumut 02 Mln. Yosnefil Muzaffar Ahmad, dari Kristen Protestan Pdt. Hotdinal Sitanggang, dari Kristen Katolik Romo Sonny Emmanuel Wibisono, O.Carm dan dari Budha Bhante Dhirrapunno.
Acara Kopi Toleransi ini sudah rutin dilaksanakan berganti-ganti tempat di Kota Medan, untuk pertama kalinya acara ini diadakan di Kota Tebing Tinggi yang dihadiri organisasi-organisasi dari Islam, Kristen dan Budha, kelompok LSM, dan mahasiswa.
Sambil menikmati menu makanan dan minuman kafe, para peserta seminar dihibur terlebih dahulu oleh dua orang komika asal Kota Tebing Tinggi, Uje Muslih dan Mubarik, sehingga celotehnya menimbulkan gelak tawa seluruh peserta.
Maulana Muhammad Idris salah satu pegiat Kopi Toleransi Sumatera Utara kali ini bertindak sebagai moderator membuka acara seminar dengan mempersilahkan pembicara pertama dari Islam yang disampaikan oleh Mln. Yosnefil. “Contoh simple dari toleransi itu kita tidak mengungkapkan ketidak-sukaan kita kepada orang lain supaya orang itu tidak tersinggung, kita menghargai dia yang berbeda pandangan dengan kita, karena salah satu arti toleransi juga adalah menanggung beban”, katanya.
“Ada 300 ayat Alquran tentang toleransi, pada malam ini saya hanya mebacakan 3 ayat saja, yaitu Surat Al-Hujurat berbunyi bahwa Allah menciptakan laki-laki dan perempuan, bersuku-suku dan berbangsa-bangsa untuk saling mengenal. Ayat kedua di dalam surat Yunus berbunyi bahwa jika Tuhan ingin memaksakan kehendak-Nya niscaya seluruh manusia ini bisa saja dijadikan satu umat saja. Dan ayat ketiga dalam surat Al-An’am berbunyi bahwa janganlah kamu memaki sesembahan orang lain supaya mereka tidak balas memaki Allah sebagai Tuhanmu”, tambah Mubaligh yang baru bertugas satu bulan di Tebing Tinggi ini.
Pdt. Hotdinal Sitanggang sebagai pembicara kedua pada seminar ini menyatakan bahwa toleransi itu tentang menghargai perbedaan, Tuhan sendiri yang menciptakan perbedaan itu menjadi suatu keniscayaan. Kehidupan itu tentang perjalanan suka dan duka, di dalam kondisi ini agama apapun itu harus membawakan ajaran cinta.
“Di sumatera utara ini tingkat toleransi masih dalam taraf sedang, namun perlu waspada karena bisa berubah ke arah positif dan bisa juga menjadi berubah negatif.
“Contoh sikap tidak toleran dalam kehidupan di masyarakat kita, apabila dalam pergaulan masih membatasi karena kesukuan dan agama”, timpalnya.
Sementara Bhante Dhirrapunno mengatakan bahwa sikap toleransi itu tergambarkan ketika menolong orang lain tidak perlu menanyakan apa agamanya? Apa sukunya? Jangan tersekat oleh perbedaan, justeru karena kita berbeda itulah kita harus bersama-sama.
“Kebencian tidak akan pernah berakhir apabila dibalas dgn kebencian lagi, maka harus dibalas dengan cinta kasih. Jika ayat-ayat agama juga tidak dapat menghentikan permusuhan, mungkin dengan ayat-ayat cinta bisa memberikan perdamaian”, jelas Bhante.
Senada dengan para pembicara sebelumnya, Romo Sonny lebih banyak bercerita tentang masa kecilnya, latar belakang keluarganya ada juga yang muslim dan ada juga yang Katolik, walaupun demikian tetap saling menghormati dan saling kunjung mengunjungi ketika hari raya agama masing-masing.
Acara dilanjutkan dengan tanya-jawab dengan para peserta seminar, semakin antusias lagi ketika pembicara menawarkan hadiah buku bagi setiap penanya. Sehingga kalau tidak dibatasi peserta akan terus mengajukan pertanyaan.
Pada dasarnya seluruh peserta seminar merasa puas dan antusias atas terselanggaranya seminar ini serta berharap acara Kopi Toleransi terus rutin diadakan untuk mengajak kalangan yang berbeda-beda latar belakang agar bisa duduk ngopi bersama saling bertukar pikiran.
Seminar dihadiri sekitar 100 peserta terdiri dari para mahasiswa dan perwakilan berbagai Lembaga Swadaya Masyarakat seperti GAMKI, BM Bina Karya, Universitas Palangka raya, Politeknik Negeri Padang, Mitra Simalungun Pos, Majelis Ansharullah, Lajnah Imaillah, Vihara Maha Dana dan komunitas Clean The City.
Kontributor : Mln. Nasrun A.M.