Perempuan diciptakan oleh Allah SWT dengan segala macam fungsi dan tujuan. Dari mengandung, melahirkan, mengurus dan membesarkan anak-anaknya, mendidik dan mendesain karakter para penerus bangsa, mengurus rumah tangga, mengurus suami, berkarier, menjadi wirausaha, segala apapun dapat dilakukan oleh perempuan.
Bangsa kita tercinta, Indonesia, dengan segala keberagamannya dapat berdiri sendiri dan merdeka bukanlah suatu hal yang mudah. Pada 30 Oktober 2019 di acara Talkshow dengan tema “Kepemimpinan Perempuan dalam Merawat Kebhinekaan” sekaligus peluncuran buku “Melati di Taman Keberagaman” karya Mathilda AMW Wibowo yang diselenggarakan di Perpustakaan Nasional turut hadir juga Sunaryati Hartono 88 tahun, putri Alm. Bpk. Sunario yang merupakan perintis Sumpah Pemuda. Beliau menyayangkan banyak anak-anak muda yang tidak sadar kalau untuk mendirikan bangsa ini bukanlah hal yang mudah, perjuangan para pahlawan yang harus melewati banyak rintangan dan bukan dengan kajian ilmiah yang sederhana ini harus disadari oleh para anak-anak muda sekarang. Membangun bangsa Indonesia tidak semudah untuk menghancurkannya.
Di masa ini, media, kelompok-kelompok radikal, yang menyuarakan intoleran, radikalisme, dan terorisme sudah meluas dan masuk kekalangan anak-anak muda hingga yang tua. Disinilah peran perempuan sangat dibutuhkan untuk menangkal tersebar lebih luasnya pemikiran-pemikiran radikal di negeri ini. Karakter bangsa dan karakter penerus bangsa ada di tangan para perempuan. Penanaman sikap toleran dan saling menghargai harus dipupuk sejak dini. Cinta tanah air dan sikap nasionalisme juga merupakan hal penting. Dan perempuanlah yang paling bisa untuk menanamkannya pada diri anak-anak. Bukan hanya di rumah, tapi bagi para perempuan yang bekerja, para mahasiswi dan siswi pun bisa ikut ambil andil dalam menyuarakan perdamaian, toleransi dan saling mengahargai.
Mengapa perempuan sering kali dikecualikan dalam arus keutamaan kepemimpinan? Kepemimpinan seperti apa yang berpeluang di tengah masih timpangnya kesetaraan?Bagaimana perempuan berperan penuh dalam menghadapi isu radikalisme?Apa yang dimaksud dengan istilah ‘kepemimpinan perempuan’ inklusif dan transformatif. Perubahan struktural apa yang diperlukan agar perempuan terwakili lebih baik dalam posisi kepemimpinan?
“Kita ingin agar perempuan Indonesia melek kepemimpinan, memiliki leadership literacy. Karena kepemimpinan bukan hanya milik mereka yang duduk di posisi puncak, Nilai-nilai kepemimpinan ada di setiap diri kaum perempuan.”
“Memahami potensi diri, berani bersikap, bersuara, merebut peluang yang ada. Jangan lagi ada Pelor (Pelaku Teror) diantara kita. Mari bersama mengembangkan dan mempromosikan program-program kebhinekaan secara lintas, terintegrasi baik melalui pribadi, komunitas maupun organisasi,” demikian kata Mathilda AMW Birowo tentang latar belakang penulisan bukunya.
Dalam bukunya Mathilda mengajak seluruh perempuan Indonesia baik perorangan maupun organisasi, agar tidak hanya diam saja melihat dari kejauhan. Tetapi juga bisa menjadi pelaku pemersatu dalam keberagaman.
Masalah tentang perempuan memang merupakan suatu hal yang unik untuk dibicarakan dari dulu hingga di masa kini. Dalam talkshow yang juga dihadiri oleh perwakilan dari ahli waris tokoh Sumpah Pemuda dan Kesaktian Pancasila, para tokoh Perempuan Lintas Agama (Pelita: perwakilan Muslimat NU, Perhimpunan Pemuda Hindu, perwakilan Lajnah Imaillah Muslim Ahmadiyah, Nasyiatul Aisyiyah, Paguyuban Sosial Marga tionghoa Indonesia, perwakilan Umat Budha Indonesia, dan lainnya), Kedubes Australia, Perpusnas, Kominfo dan tamu undangan lainnya, dimana para pembicara juga menerangkan peran mereka sebagai perempuan dalam bidang mereka masing-masing. Para pembicaranya yaitu Ibu Prof. Dr. Musdah Mulia dari Indonesian Conference on Religion and Peace (ICRP), Ibu Hermien Kleden sebagai, Senior Journalist & Media Mentor, serta Mathilda AMW Birowo sendiri memaparkan pandangan mereka tentang peran perempuan dalam segala sisi.
“Pertama, keberagaman Indonesia tidak hanya tentang agama saja tapi juga suku bangsa, bahasa, budaya, misi, visi maka itu semua mestinya diajarkan sejak dini dan diterima dalam kehidupan sehari-hari. Kedua, tokoh-tokoh pendiri negeri ini tidak menjadikan Islam sebagai konstitusi, tapi Pancasila adalah konstitusinya. Ketiga, kepemimpinan perempuan harus lebih mengedepankan keberagaman dan nilai-nilai kebinekaan. Dan itu harus dimulai dari keluarga. Ajarkan ke anak -anak tentang keberagaman, bahwa diantaranya, kita memilih agama karena ini benar menurut kita. Tapi orang lain juga beranggapan sama. Maka mari kita hargai dengan kata kunci saling menghormati,” begitu tegas Prof Musda.
Dalam pemaparan Hermien Kleden beliau juga menjelaskan bahwa daya tahan, daya tembus, kekuatan perempuan itu luar biasa. Sejak lahir kita diciptakan untuk menjalani berbagi peran maka tak heran jika sejatinya kekuatan perempuan itu nyata ada. Yang kita butuhkan hanya berani menjadi diri sendiri. Jalani peran multitasking ini dengan menghormati pilihan setiap perempuan.
Jadi, sekarang bukan lagi pertanyaan apakah perempuan bisa mengambil andil dalam mengadakan perubahan dalam bangsa ini menjadi bangsa yang bertoleransi dan saling menghargai? Karna memang ini juga merukapan tugas para perempuan di manapun dan apapun yang mereka kerjakan.
Maka mari kita para perempuan sadar akan peran kita. Dan berusaha sebaik-baiknya untuk menjalankan peran kita sebagai pembentuk karakter penerus bangsa.
Humas PPLI, ME
Sumber:
- https://www.dianrestuagustina.com/2019/10/buku-melati-di-taman-keberagaman.html
- https://www.grid.id/read/041900179/grasindo-luncurkan-buku-soal-kepemimpinan-perempuan-dalam-merawat-kebinekaan?page=all