Bertempat di Hotel 88, Mangga Besar Jakarta Barat, Ketua Lajnah Imailah Malang Raya, Ny. Ratna Dwi Jayanti, S.Pd. menghadiri undangan AMAN (Asian Moslem Action Network) Indonesia.
Acara yang berlangsung selama lima ini dihadiri oleh 21 peserta dari pelbagai komunitas perempuan muslim dari lima kota yakni Jakarta, Bogor, Solo, Tasikmalaya, dan Malang. P
Peserta dari Malang yang paling beragam, ada dari perwakilan NU, Muhammadiyah, Syiah, dan Jemaat Ahmadiyah. Sementara dari empat kota lainnya lebih didominasi oleh NU dan Muhammadiyah.
The Asian Muslim Action Network (AMAN) adalah jaringan muslim progresif yang bertujuan untuk membangun komunikasi di kalangan muslim di Asia, memfasilitasi dialog antar dan intra agama, serta aktif terlibaat dalam upaya transformasi konflik.
Asian Muslim Action Network adalah sebuah organisasi lintas agama yang bekerja untuk bantuan kemanusiaan di beberapa negara seperti Indonesia, Filipina, Myanmar, Bangladesh, dan India. Sejak 2017, agenda program AMAN lebih menekankan pada reformasi pendidikan Islam.
Selama lebih dari 20 tahun AMAN telah memfokuskan diri pada berbagai program pembangunan, tanggap darurat dan bantuan kemanusiaan. Menumbuhkan solidaritas di antara masyarakat tanpa memperhatikan agama dan keyakinan, mereka memberikan dukungan dan memfasilitasi jaringan kemanusiaan. Sebagian besar anggotanya intelektual, aktivis hak asasi manusia, aktivis perempuan yang konsisten membangun perdamaian.
Melewati batas negara dan diplomatik, AMAN fokus pada pembangunan solidaritas manusia melalui partisipasi dengan dukungan baik materi atau sosial. Anggota AMAN memang beragam di tiap negara, tetapi memiliki nilai yang sama dalam perjuangannya. Anggota AMAN bukan kelompok elit, kebanyakan dari mereka juga adalah orang biasa.
AMAN berpandangan bahwa pendidikan adalah elemen fundamental untuk membangun individu dan masyarakat dalam rangka membangun sistem pendidikan Islam masa depan yang memiliki kemampuan untuk beradaptasi dan berinteraksi dengan masyarakat global. Sebuah sistem yang membawa kembali mentalitas ilmu pengetahuan. Sebuah mentalitas mencari dan menemukan, mentalitas respon perubahan, mentalitas bertahan hidup tanpa meninggalkan identitas. Mentalitas untuk membangun perdamaian untuk generasi.
AMAN di Indonesia berdiri tahun 2007 yang konsen pada penguatan peran perempuan dalam bina damai (peacebuilding) dan transformasi konflik. AMAN Indonesia memiliki visi mencipatkan budaya beragama yang adil gender dan nir-kekerasan.
Sejak tahun 2014, AMAN Indonesia mengelola prgram tentang perempuan dan pecebuilding di Indonesia, melalui proyek “Sustaining Peace in Conflict Prone Area through Institutionalizing the Role of Women and Movement Building“ (Oktober 2014-September 2017) dan dilanjutkan dengan “Amplifying the voices of Interfaith Women Groups, Asserting the values of Gender Justice, Peace and Tolerance in nation-building” (Oktober 2017-September 2019).
Program tersebut dilaksanakan di propinsi yang menurut hasil kajian kami terdampak kekerasan berbasis gender dan agama, yaitu Jakarta, Jawa Tengah, Jawa timur, Jawa Barat, Yogyakarta dan Sulawesi Tengah. Ada 25 sekolah perempuan yang terdaftar di bawah administrasi AMAN Indonesia
Kegiatan dialog selama 5 hari ini diawali dengan interview yang difasilitasi oleh Dave dan Praba, keduanya berasal dari Amerika, meskipun Praba adalah perempuan keturunan India. Mula-mula Dave dan Praba meminta peserta untuk menjelaskan mengapa tertarik datang di acara ini, dan apa keinginan dan harapan di masa yang akan datang.
Selama 5 hari pelatihan, kami mendapatkan banyak hal. Dialog ini dirancang untuk memperkuat hubungan antar masyarakat dengan tujuan untuk saling belajar dan memahami, membangun kepercayaan di antara komunitas. Ada banyak hal di antara anggota masyarakat setuju terhadap isu tertentu, dan masyarakat lainnya tidak setuju. Perbedaan itu selalu ada. Dialog ini menjadi kesempatan untuk berbagi kepercayaan dan nilai-nilai untuk berbicara dari hati dan untuk mendengarkan secara mendalam satu sama lain.
Di samping curah pendapat, mendengarkan secara mendalam, latihan dialog, peserta juga berlatih menjadi fasilitator dialog. Kemampuan untuk mengajukan pertanyaan yang baik sangat penting untuk penyelesaian konflik secara efektif. Mengajukan pertanyaan adalah cara untuk memunculkan pemahaman yang lebih besar dan memfasilitasi solusi kolaboratif. Mengajukan pertanyaan sangat penting, sehingga tanggapannya lebih mendalam dan memiliki lebih banyak informasi. Ada 3 jenis pertanyaan: pertanyaan terbuka, pertanyaan penelusuran, poin2 klarifikasi.
Bekal untuk menjadi fasilitator antara lain adalah mempersiapkan teknik pertanyaan reflektif dan persiapan dialog: (1) Mengalami bagaimana mendengarkan secara mendalam, (2) fokus pada apa yang menurut mereka sangat berarti, (3) membangun kepercayaan pada fasilitator dan prosesnya, d. melakukan klarifikasi terhadap yang dipikirkan dan diperhatikan, (4) menjadi lebih reflektif dan mengurangi reaktif, (5) memperluas pikiran, perasaan dan kreativitas mereka.
Sementara itu tahapannya adalah sebagai berikut: (1) Mencari tahu tentang situasi yang ada, (2) memetakan situasi, (3) menyusun rencana awal, (4) mengundang dan menyiapkan peserta, (5) finalisasi rancangan dialog, (6) memfasilitasi dialog, (7) menyampaikan feedback dan merencanakan langkah.
Hari terakhir semua peserta melakukan praktik sebagai fasilitator di Pondok Bambu. Dari 21 peserta dibagi menjadi empat kelompok kerja. Permasalahan utama di Pondok Bambu adalah sanitasi yang kurang memadai, KDRT yang tinggi, narkoba, sampah, kekerasan seksual lebih dari 100 kasus, perbedaan pandangan politik yang tajam antara Ahoker dan Aniser. Sebagai tindak lanjut di daerah pada November 2019 mendatang rencananya acara semacam akan berlangsung di kota Malang.