Pelaihari – KALSEL, (19/6). PAKEM (Pengawas Aliran Kepercayaan) yang dalam hal ini dipimpin oleh Kajari Kabupaten Tanah Laut telah mengundang Jemaat Ahmadiyah Pelaihari untuk rapat koordinasi di ruang Auditorium Kejaksaan Negeri Tanah Laut di lantai 2.
Rapat ini digelar untuk mengambil keputusan perihal berkembangnya Jemaat Ahmadiyah di desa Pemalongan Kec. Bajuin. Pertemuan ini sendiri merupakan pertemuan lanjutan atas rapat yang pernah diadakan di tingkat Desa dan Kecamatan yang dinilai belum tuntas.
Persoalan yang diangkat sejatinya sederhana yakni pihak Ahmadiyah telah mengadakan sholat Jumat secara mandiri dan terpisah dari masyarakat muslim setempat dan muncul kekhawatiran warganya terpengaruh oleh dakwah Ahmadiyah.
Rapat dimulai pukul 09.45 dan dibuka oleh Bapak Abdul Rahman SH selaku Kepala Kejaksaan Negeri Kab. Tanah Laut. Beliau menyampaikan dalam pembukaanya bahwa berdasarkan informasi yang berkembang pihak Ahmadiyah dinilai telah meresahkan masyarakat Pemalongan padahal SKB sendiri telah melarang Ahmadiyah. Setelah pemaparan itu Kajari mempersilahkan Ahmadiyah untuk memberikan klarifikasi atas informasi tersebut.
Bapak Bani Ahmad selaku pengurus JAI Pelaihari lalu memberikan klarifikasi. Dan setelah itu Kajari mempersilahkan H. Syahrani selaku ketua MUI Kabupaten memberikan tanggapannya namun beliau memberikan kesempatan itu kepada MUI kecamatan yaitu Bapak H. Sufyan.
Ketua MUI Kecamatan menyampaikan bahwa semua warga Pemalongan sejak bulan Oktober tahun 2018 sudah merasa resah dengan kehadiran Ahmadiyah. Warga, tokoh masyarakat dan agama berkali-kali datang kepada pihak Ahmadiyah meminta agar Ahmadiyah menghentikan kegiatannya, bahkan katanya sudah siap demo tapi beliau menahan warga agar tidak melakukannya dan mengarahkan untuk menunggu prosesnya saja. Intinya ketua MUI Kecamatan menegaskan bahwa 100 persen warga Pemalongan menolak keberadaan Ahmadiyah beserta segala kegiatannya termasuk sholat Jumat di tempat sendiri dan meminta bergabung dengan kaum muslimin setempat.
Setelah pemaparan dari MUI kecamatan lalu dilanjutkan pemaparan oleh MUI Kabupaten bidang Fatwa. Beliau menyampaikan bahwa buku Jawaban Amir Jemaat Ahmadiyah kepada Komisi DPR pemberian Bapak Aminullah (Mubda KALSEL) telah beliau pelajari. Namun ada bagian yang beliau belum pahami yakni mengapa Amir Ahmadiyah menjelaskan bahwa Hz. Mirza Ghulam Ahmad (as) adalah nabi dan rasul padahal tidak ada lagi nabi setelah Nabi Muhammad (saw) dan beliau mengutip surah Al-Ahzab ayat 40 dan hadis La nabiyya ba’diy.
Kesempatan emas ini tidak di sia-siakan oleh Mubda Kalsel. Beliau memberikan tanggapan bahwa sebelum menjawab pertanyaan dari pihak MUI beliau ingin mengklarifikasi pernyataan Kajari yang mengatakan bahwa Ahmadiyah telah dilarang dengan terbitnya SKB. Mubda Kalsel menjelaskan bahwa tidak benar SKB itu berisi surat pelarangan Ahmadiyah. SKB hanya mengatur dakwah Ahmadiyah agar tidak menyampaikan paham ada nabi lagi setelah nabi Muhammad (Saw) kepada masyarakat umum dan yang kedua SKB mengatur agar masyarakat tidak berbuat anarkis kepada Ahmadiyah.
Mubda KALSEL menegaskan bahwa hingga saat ini Ahmadiyah adalah organisasi Islam yang sah di NKRI dan memiliki badan hukum sejak tahun 1953, hal ini menegaskan bahwa Ahmadiyah bukan organisasi terlarang justeru diakui pemerintah RI dan diberikan kebebasan mengadakan kegiatan di wilayah NKRI termasuk ibadah shalat jumatan secara mandiri.
Mubda Kalsel pun menyampaikan berbagai kiprah penting Ahmadiyah di bidang sosial dan keagamaan, diantaranya Depag telah menyusun Al-Quran dan terjemah menggunakan referensi dari Tafsir milik Ahmadiyah sambil beliau tunjukan buktinya. Kemudian disampaikan juga dalam forum peran Ahmadiyah dalam tinjauan kebangsaan dimana pencipta lagu Indonesia Raya WR Supratman adalah orang Ahmadiyah, lalu setelah itu Mubda Kalsel menanggapi pertanyaan dari MUI perihal kenabian Hz. Mirza Ghulam Ahmad (as).
Pada kesempatan tersebut disampaikan salah satu hasil muktamar NU tentang kedatangan Nabi Isa (as) setelah Rasulullah (saw). Mubda KALSEL menegaskan dalam posisi itulah maqam kenabian Hz Mirza Ghulam Ahmad (as) yakni sebagai Imam Mahdi dan Nabi Isa yang di janjikan oleh Rasulullah (Saw). Maqam ini beliau peroleh berkat kecintaan yang dalam kepada Yang Mulia Rasulullah (Saw) sehingga meraih karunia dari Allah SWT sebagai nabi ummati artinya nabi yang taat karena mengikuti Nabi Muhammad Saw, itulah pengertian kenabian yang dimaksud oleh Ahmadiyah jadi bukan nabi yang keluar dari ajaran Nabi Muhammad (Saw).
Setelah Mubda Kalsel menyampaikan panjang lebar penjelasannya, ketua MUI langsung menginterupsi kepada Kajari dan menyatakan bahwa ini sudah bukan rapat namun dinilainya sebagai ajang debat dan akan memakan waktu yang panjang.
Setelah itu Bapak Kajari mengambil alih rapat dan mempersilahkan kepada pihak Muspida menyampaikan pendapatnya perihal situasi Ahmadiyah dan warga Pemalongan. Secara bergiliran dari Kesbangpol, Kemenag, Kapolres, Kodim dan FKUB menyampaikan pendapatnya. Mereka semua menginginkan Ahmadiyah mengalah agar tercipta keamanan.
Semua komponen pimpinan daerah memberi pernyataan yang rata-rata menyarankan agar mengikuti saran MUI. Atas pendapat ini Kajari meminta agar ada keputusan sehingga tidak berlarut-larut.
Ketua JAI Pelaihari, Bapak M. Seriyadi kemudian meminta waktu untuk bicara, dengan menyampaikan bahwa sebelum menjadi ahmadi beliau adalah orang NU dan menegaskan bahwa selama bergabung dalam Ahmadiyah tidak ada satu noktah pun dari ajarannya yang bertentangan dengan ajaran Islam dan selama ini pun hubungan dengan masyarakat sekitar terjalin dengan baik dan harmonis bahkan warga Ahmadiyah Pemalongan tidak pernah tercatat melakukan kriminal. Intinya dalam Ahmadiyah beliau semakin dalam mengamalkan ajaran Islam. Kemudian jika nanti dibuat keputusan lantas keputusan seperti apa? Apakah memutuskan bahwa Ahmadiyah dilarang shalat Jumat secara mandiri?. Jika itu keputusannya tentunya beliau menolak dan tetap akan melanjutkan sholat Jumat secara mandiri.
Demikian pula Bapak Suparman selaku Qaid Majlis Khudam menanggapi pernyataan MUI bahwa dikatakan 100 persen warga Pemalongan menolak Ahmadiyah, beliau menilai hal tersebut berlebihan, buktinya para ahmadi dan warga sekitar hingga sekarang masih bergaul dengan baik.
Selanjutnya Bapak Kajari bertanya kepada pihak Ahmadiyah apa yang diinginkan agar selanjutnya dibuat keputusan. Setelah para pengurus berunding akhirnya menyatakan bahwa pihak Ahmadiyah tetap akan melaksanakan shalat Jumat secara mandiri seperti biasa apapun resikonya karena hal ini menyangkut hubungan dengan Allah SWT dan tidak ada pihak manapun yang dapat melarang untuk ibadah.
Di lain pihak seorang pengurus JAI Pelaihari kemudian menyampaikan fakta bahwa di desa tetangga terdapat 2 hingga 3 tempat shalat jumat secara terpisah dan tidak dipermasalahkan.
Mencermati ragam pendapat dalam rapat nampak Bapak Kajari mengalami kesulitan untuk memutuskan, dus beliau akhirnya menegaskan bahwa keputusan atas permasalahan ini disesuaikan dengan isi SKB bahwa :
- Ahmadiyah silahkan sholat Jumat sendiri sesuai keyakinannya tapi tidak mengajak warga yang bukan Ahmadiyah.
- Kedua warga Ahmadiyah Pemalongan tidak boleh mengundang warga Ahmadiyah yang berdomisili di luar desa Pemalongan utk sholat Jumat.
- Kedua belah pihak sama-sama menjaga keamanan.
Tepat pukul 12.00 rapat koordinasi Pakem di istirahatkan dengan makan siang. Tepat pukul 13.00-14.00 kembali kumpul di ruang sidang dengan pembacaan keputusan sebagai kesepakatan bersama. Kesepakatan di bacakan dan ditanda tangani oleh kedua belah pihak yaitu Ahmadiyah dan MUI. Setelah tanda tangani kesepakatan peserta rapat berfoto bersama.
Terasa banyak sekali pertolongan dari Allah SWT dalam proses rapat koordinasi dengan Pakem ini. Seorang Kepala Kanit Intel Polres datang menghampiri di sela-sela sesi istirahat dengan menyampaikan “Wah Ahmadiyah berani-berani semua, bagus sambil mengacungkan jempolnya”.
Semoga ujian ini menjadi jalan kemajuan bagi JAI Pelaihari di masa mendatang. Aamiin.
Kontributor : Mln. Aminullah Yusuf / Mubda Kalsel.