Pemuda Ahmadiyah (MKAI) Medan bekerja sama dengan Lajnah Imaillah telah berhasil menyelenggarakan acara yang bertajuk “Kopi Toleransi” pada hari Sabtu (30/03) di Masjid Mubarak. Hadir dalam acara tersebut sebanyak kurang lebih 50 orang dari berbagai komunitas lintas iman.
Acara ini menghadirkan dua pembicara yakni Mln. Muhammad Idris (Ahmadiyah) dan Bhante Dhirapunno selaku penulis buku Kopi Toleransi. Acara ini terilhami dari judul buku yang ditulis oleh Bhànte Dhirapunno, ungkap Gunawan selaku Ketua Panitia dan juga Qaid Daerah MKAI Sumut. Kegiatan ini juga sebagai upaya membumikan nilai-nilai toleransi dan perdamaian diantara para pemuda-pemudi berbagai komunitas lintas iman.
Selaku moderator acara, Muhammad Budi membuka acara dengan lantunan syair dalam bahasa Arab yang dibawakan oleh Mln. Nasrun tentang keindahan ajaran Islam dan Wujud Pembawa Damai universal yakni Rasulullah (Saw). Acara dilanjutkan dengan sesi pemaparan materi oleh para pembicara. Mln. Idris sebagai pembicara pertama menyampaikan bahwa teologi cinta kasih adalah ajaran utama dan universal dari agama-agama samawi. Sebab esensi dari toleransi adalah mencintai dan mengasihi mereka yang berbeda tanpa syarat. Di dalam Jamaat Islam Ahmadiyah, slogan cinta untuk semua tiada benci bagi siapapun harus menjadi spirit dan tampil dalam akhlak keseharian para Ahmadi. Beliau juga menjelaskan mengenai background dari diluncurkannya slogan ini justru ketika saat itu Jamaat Ahmadiyah mengalami sederet peristiwa persekusi dan penganiayaan yang hebat pasca dikeluarkannya ordonansi XX oleh Pemerintah Pakistan pada tahun 1974. Bagaimana cara menghapus benci dan permusuhan? Hanyalah dengan cinta kasih, demikian beliau mengutip sabda dari Khalifatul Masih III (r.h)
Bhante Dhirapunno mengawali pembicaraan beliau dengan menjelaskan latar belakang ditulisnya buku yang bertajuk Kopi Toleransi ini. Isi buku ini adalah hasil perenungan berbagai hal yang terjadi dan dari pengalaman beliau menyebarkan virus perdamaian, cinta kasih dan perdamaian di berbagai wilayah Indonesia. Bahkan beliau pernah tinggal selama hampir sebulan di salah satu pesantren di Madura. Dengan “ngopi” bersama dapat menghilangkan sekat-sekat yang muncul karena perbedaan agama, keyakinan, ras maupun budaya. Sering berjumpa sambil ngopi bareng sehingga dapat saling mengenal satu sama lain akan menumbuhkan cinta kasih sebagai modal utama untuk merawat toleransi dan kerukunan sesama anak bangsa. Itulah maksud dari diambilnya judul Kopi Toleransi untuk buku kedua dari Bhante Dhirapunno ini. Dalam waktu dekat, di bulan Oktober ini akan segera diterbitkan buku beliau yang ketiga.
Acara selanjutnya adalah tanya jawab dengan peserta sambil menikmati hangatnya kopi dan berbagai makanan yang disediakan oleh panitia. Begitu antusiasnya para peserta dalam acara diskusi hingga tidak terasa waktu telah menunjukkan pukul 22.00 yang artinya acara harus segera diakhiri. Acara ditutup dengan sesi foto bersama dengan para pembicara dan seluruh peserta yang hadir.
Kontributor : Muslihuddin Ahmad