Tidak hanya namanya telah dihapus dari buku-buku teks di Pakistan, tetapi juga, setelah kematiannya, pemerintah daerah diminta untuk menghapus kata “Muslim” dari batu nisan di makam yang menuliskan “muslim pertama peraih Nobel “.
Ketika kita merayakan ulang tahun ke-88 Dr. Abdus Salam hari ini, saya tidak bisa mencegah diri menitikkan air mata. Pria ini, yang seharusnya dianggap sebagai pahlawan tidak hanya untuk Pakistan tetapi seluruh Dunia Muslim, terus-menerus ditolak dan dilupakan oleh Pakistan dan dunia muslim.
Dr. Abdus Salam adalah fisikawan teoritis Muslim pertama dan warga Pakistan pertama yang meraih Nobel Fisika pada tahun 1979, atas kontribusinya dalam unifikasi elektrolemah. Dia juga menduduki jabatan sebagai penasihat ilmu pengetahuan Pemerintah Pakistan pada tahun 1960-1974 – posisi dimana ia memainkan peran penting dan berpengaruh dalam pembangunan infrastruktur ilmu pengetahuan di Pakistan. Dalam hal ini, ia mempromosikan tidak hanya pengembangan dan kontribusi dalam fisika teori dan pertikel, tetapi juga memaksimalkan riset sains di negaranya. Dia percaya pada ide “Atom untuk Perdamaian” dan berkontribusi dalam proyek bom atom Pakistan.
Namun pada tahun 1974, setelah Parlemen Pakistan meloloskan RUU yang menyatakan Muslim Ahmadi sebagai “non muslim”, segalanya berubah. Dr. Abdus Salam harus meninggalkan negaranya “dengan kesedihan luar biasa” ia pernah mengaku. Hingga saat ini, ia tetap sebagai salah satu orang paling berpengaruh di Pakistan karena kontribusinya pada pendidikan dan ilmu pengetahuan. Tapi bukannya membuatnya menjadi pahlawan nasional, bangsanya sendiri memilih untuk menolaknya.
Mimpi terbesar Doctor Abdus Salam adalah ingin mendirikan pusat penelitian internasional di Pakistan untuk siswa dari negara-negara dunia ketiga dalam rangka untuk mempromosikan pendidikan, ilmu pengetahuan dan penelitian di sana. Namun pemerintah Pakistan melecehkan dia dan tidak menunjukkan minat dalam proyeknya. Sebaliknya, ketika ia kembali ke Pakistan beberapa tahun setelah itu, mereka menunjuk dia sebagai guru olahraga. Karena situasi tidak menunjukkan perkembangan, dia memilih untuk mendirikan International Centre for Theoretical Physisics (ICTP) kemudian berubah menjadi Abdus Salam International Centre for Theoretical Physics di Trieste, Italia.
Dua tahun lalu, ketika dunia Fisika bertepuk tangan pada penemuan “partikel tuhan” mengingatkan kita atas jasa Dr. Abdus Salam, CNN melaporkan:
“Bayangkan sebuah dunia di mana pedagang kematian dihargai, sementara seorang yang ilmiah dan visioner tidak diakui dan dilupakan. Abdus Salam, satu-satunya pemenang Nobel dari Pakistan, Muslim pertama yang memenangkan hadiah Fisika yang telah membantu meletakkan dasar yang mengarah pada terobosan Higgs Boson. Namun di sekolah-sekolah Pakistan, namanya dihapus dari buku-buku teks … “
Tidak hanya namanya telah dihapus dari buku-buku teks di Pakistan, tetapi juga, setelah kematiannya, pemerintah daerah diminta untuk menghapus kata “Muslim” dari batu nisan di makam yang menuliskan “muslim pertama peraih Nobel “.
Pertanyaan yang muncul tetap sama: apakah pendidikan memiliki hubungan dengan iman seseorang? Mengapa seseorang belum dihargai atas kontribusinya dalam ilmu pengetahuan? Mengapa dia belum dihargai atas usahanya untuk memajukan pendidikan di negara-negara dunia ketiga?
Dr Abdus Salam adalah Pahlawan. Pahlawan nasional untuk Pakistan yang secara tidak adil menolaknya. Pahlawan di seluruh dunia untuk Dunia Muslim yang terus mengabaikannya. Seorang patriot sejati, yang bahkan setelah menerima beberapa tawaran untuk mengubah kewarganegaraannya memilih untuk memberikan Hadiah Nobel kepada negara dan orang-orang yang tidak mengakui dirinya.
Melupakan pahlawan ini tidak hanya kerugian bagi Pakistan, tetapi juga kerugian bagi seluruh Muslim Dunia.
Baca sumber berbehasa Inggris di Ahmadiyya Times