“Menafsirkannya dengan menggunakan ayat lain dalam Al Quran, dengan hadits, melalui pendapat para sahabat, ditafsirkan oleh orang suci, ditafsirkan dengan hukum alam, dengan bahasa arab, dan melalui pengalaman rohani orang suci,”
SEMARANG – Sejarah penafsiran konsep khattamul anbiya menurut Ahmadiyah di Indonesia diangkat menjadi tema dalam diskusi publik yang digagas Persaudaraan Lintas Agama (Pelita). Diskusi yang digelar di Masjid Nusrat Jahan ini menghadirkan dua narasumber, Dosen Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Dr. Abraham Silo Wilar dan perwakilan Jamaah Ahmadiyah Indonesia, Drs.Abdul Rozaq.
baca juga: [feed url=”http://warta-ahmadiyah.org/tag/maret-2017/feed/” number=”5″]
Dr. Abraham Silo Wilar mempresentasikan disertasi beliau tentang sejarah penafsiran frasa khattamul anbiya oleh empat golongan, yaitu Sunni yang penfsirannya paling mendominasi, dikuti Syiah, Ahmadiyah, dan orientalis barat.
Menurut Abraham Suni, Syiah, maupun Ahmadiyah sutuju bahwa arti khattamul anbiya adalah nabi terakhir. Namun setelah lebih jauh ketiganya memiliki penafsiran sendiri tentang hal yang kerap menjadi perdebatan tersebut.
Selanjutnya Drs. Abdul Rozaq menerangkan jika Ahmadiyah dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an dengan 7 cara.
“Menafsirkannya dengan menggunakan ayat lain dalam Al Quran, dengan hadits, melalui pendapat para sahabat, ditafsirkan oleh orang suci, ditafsirkan dengan hukum alam, dengan bahasa arab, dan melalui pengalaman rohani orang suci,” terangnya.
Abdul Rozaq melanjutkan tentang arti khattamul anbiya. Menurut penafsiran Ahmadiyah, khattam bisa berarti cincin yang artinya Rasulullah SAW sebagai cap atau stampel bagi para Nabi yang diutus oleh Allah.
“Dapat diartikan juga Rasulullah sebagai Nabi yang paling mulia di antara para nabi,” tambahnya.
Dirinya setuju jika Nabi Muhammad SAW sebagai penutup yang artinya Rasulullah SAW sebagai penutup yang membawa syariat. Diskusi yang juga dihadiri sejumlah mahasiswa dan wartawan ini ditutup pukul 22.00 WIB dengan total peserta diskusi sebanyak 38 orang.
Kontributor : Andra
Editor : Talhah Lukman Ahmad