وَإِذْ فَرَقْنَا بِكُمُ الْبَحْرَ فَأَنجَيْنَاكُمْ وَأَغْرَقْنَا آلَ فِرْعَوْنَ وَأَنتُمْ تَنظُرُونَ
Dan, ingatlah ketika Kami membela laut untukmu lalu Kami menyelamatkan kamu dan Kami menenggelamkan kaum Firaun, sedang kamu menyaksikannya.
Peristiwa yang disebut dalam ayat ini bertalian dengan waktu ketika, atas perintah Ilahi, Nabi Musa a.s. memimpin kaum Bani Israil meninggalkan Mesir menuju Kanaan. Orang-orang Yahudi berangkat dengan diam-diam di malam hari kerika Firaun mengetahui mereka melarikan diri, ia mengejar mereka dengan tentaranya dan di Laut Merah ia terbenam. Untuk dapat memahami sepenuhnya sifat dan arti peristiwa yang merupakan Tanda Ilahi yang agung itu, perlu sekali membacakan ayat ini bersama dengan ayat-ayat bersangkutan lainnya, seperti 20:78; 26:62 – 64; 44:25. Kenyataan-kenyataan berikut timbul dari ayat-ayat ini :
- Ketika Nabi Musa a.s. memukul permukaan laut dengan tongkatnya seperti dituturkan oleh Alquran, atau mengulurkan tangannya ke atas laut seperti dikatakan oleh Bible, saat itu pasang turun dan laut sedang surut meninggal-kan dasar tohor (tak berair).
- Nabi Musa a.s. diperintahkan oleh Tuhan agar segera melintasi dasar tohor itu, ke arah gosong (timnunan pasir) di seberangnya. Perintah itu dilaksanakan oleh beliau.
- Tetapi, ketika Firaun dengan pengiringnya sampai ke pantai laut, telah tiba saatnya pasang naik dan karena terlampau bersemangat untuk menyusul orang –orang Bani Israil, segera mereka melompat ke laut tanpa memperhatikan pasang sedang naik.
- Agaknya, karena perlengkapan berat dengan kereta-kereta perang besar dan persenjataan-persenjataan lain yang berat-berat sangat memperlambat gerakan maju Firaun. Sehingga, pada saat masih berada di tengan laut, gelombang besar kembali dan mereka itu semau mati tenggelam. Pemukulan air laut dengan tongkat Nabi Musa a.s. dengan terbelahnya laut, tidak mempunyai hubungan sebab dan akibat. Hal itu hanya tanda atau isyarat Tuhan kepada Nabi Musa a.s. bahwa waktu itu pasang lagi surut dan oleh karenanya orang-orang Bani Israil harus bergegas menyeberang. Tuhan telah mengatur demikian, sehingga ketika Nabi Musa a.s. sampai ke pantai, saat surutnya laut hampir mulai, sehingga serentak beliau memukul air laut dengan tongkatnya, mematuhi perintah Ilahi, air laut mulai surut dan dasar tohor telah tersedia bagi orang-orang Bani Israil. Pemukulan air laut dengan tongkat oleh Nabi Musa a.s. dan surutnya laut terjadi pada waktu yang sama. Hal itu merupakan mukjizat, sebab hanya Tuhan Sendiri Yang mengetahui kapan laut akan surut dan Dia telah memerintahkan Nabi Musa a.s. untuk memukul ait laut itu, pada saat mulai surut.
Para Ahli sejarah berselisih mengenai tempatnya yang tepat, dari tempat Nabi Musa a.s. menyeberangi Laut Merah dari Mesir ke kanaan. Sebagian berperdapat bahwa pada perjalanannya dari daerah Goshen yang disebut pula Lembah at-Tamtsilat atau Wadi Tumilat, dan di tempat letaknya ibukota Firaun (Enc, Bib. Jilid 4 halaman 4012 pada kata “Rameses”), Nabi Musa a.s. menyusuri Teluk Timsah (Enc. Bib., hlm. 1438 dan 1439). Sebagian yang lain lagi berpendapat bahwa, beliau pergi lebih ke utara lagi dan mengelilingi Zoan menyeberang ke Kanaan dekat Laut Tengah (Enc. Bib., hl. 1438). Tetapi, apa yang mungkin sekali ialah bahwa, dari Tal Abi Sulaiman, Ibukota Firaun di zaman Nabi Musa a.s., orang-orang Bani Israil mula-mula pergi ke timur-laut menuju Teluk Timsah, tetapi kiranya tertahan oleh jaringan jurang-jurang, mereka berbelok ke selatan dan menyeberangi Laut Merah, dekat kota Suez; di tempat itu lebar laut hanya kurang lebih 2 sampai 3 mil. Dan menuku ke Qadas (Enc. Bib., hlm. 1437). “ Orang-orang Yahudi melarikan diri mengikuti Nabi Musa a.s. melintasi rawa-rawa Goshen menuju ke Semenanjung Sinai. Penyeberangan Laut Merah (Yam Suph, “laut” atau “danau buluh”) itu barang-kali penyeberangan dari tepian sebelah selatan sebuah danau, beberapa mil barat laut dari apa yang sekarang disebut Laut Merah. Hembusan angin menohorkan pantai dan ketika pasukan Mesir mengejar pelarian-pelarian itu roda kereta-kereta perang terbenam ke dalam lumpur dan air laut itu begulung kembali membenam mereka ketika angin balik. Para penulis berselisih mengenai jalan yang ditempuh Bani Israil. Sebagian beranggapan bahwa mereka bergerak ke selatan ke gugusan pengungungan Sinai (sekarang) dan kemudian dengan menelusuri sayap timur Laut Merah, yang sekarang dikenal dengan Teluk Akaba, ke ujungnya yang paling jauh ke utara d Ezion-Geber. Sebagian lagi berpendapat bahwa, bukti-bukti menunjuk ke jalan yang masih ditempuh oleh orang-orang yang naik haji ke Mekkah, hampir tepat sebelah timur Ezion-Geber, dan bahwa dari sana mereka bergerak ke jurusan barat laut, menuju ke arah Kadesy (Barnea), ke Gunung Sinai atau ke arah selatan menyusuri pantai timor Teluk Akaba ke Gungung Horeb. Riwayat-riwayat itu berbeda dan kepastian tidak mungkin diperoleh” (Commentary in the Bible oleh Peake).
Sumber : Al-Qur’an dengan terjemah dan tafisr singkat)