Dua mahasiswa AMSA Jogja bersama Pak Mubda mengahadiri undangan diskusi “Duduk Gembira (DuGem)” di Yayasan Syantikara Youth Center Katolik pada Kamis, 31 Agustus 2019.
Kegiatan ini diinisiasi oleh SP Kinasih sebuah gerakan solidaritas perempuan di Kota Jogja. Tema dalam diskusi kali ini ialah “Mengenal Kehidupan Kaum Selibater: Romo, Bruder, Frater, dan Suster Katolik”. Ada sekitar 20-an orang yang hadir dari berbagai latar belakang keyakinan yang diundang dan ada yang datang karena ingin lebih mengenal suatu pandangan dari perspektif agama yang lain, semua yang hadir tentunya dapat saling merekatkan tali persuadaraan iman di Kota Yogyakarta.
Kegiatan dimulai dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya, kemudian pemaparan materi diskusi dari pihak Katolik yaitu ada 5 diantaranya Romo Edi Prasetyo, SCJ, Suster Andrea Desi OP, dan 3 pelajar Frater lainya dari Yayasan Syantikara.
Selibat ialah sebuah pilihan hidup yang bersumber dari suatu pandangan yang memutuskan untuk memilih hidup tanpa menikah. Romo Edi menjelaskan prinsip Selibat dalam Katolik ialah sebuah pilihan untuk berkomitmen dan berkorban di jalan Allah sebab seorang Selibater telah menjadi milik gereja milik umat ia harus mengorbankan keinginan duniawinya untuk melayani umat sepenuhnya, untuk dapat berkorban para imam memiliki 3 kaul yang mengikat diantaranya Kaul Ketaatan yakni menyerahkan diri sepenuhnya kepada gereja dan patuh pada Paus dan Keuskupan, kedua Kaul Kemiskinan yakni melepas semua semua harta dan hak milik pribadi (duniawi), dan ketiga Kaul Kemurnian yakni tidak menikah dan terlepas dari segala nafsu. Romo menambahkan prinsip tersebut adalah pilihan yang diambil seseorang untuk meningkatkan tingkat ruhani dengan menjadi Romo atau Frater atau Suster.
Kemudian Suster Andrea menjelaskan salah satu dasar teologis menjadi Selibat ada dalam Perjanjian Baru dalam Matius pasal 19 ayat 12 yang berbunyi “Ada orang yang tidak dapat kawin karena ia memang lahir demikian dari rahim ibunya, dan ada orang yang dijadikan demikian oleh orang lain, dan ada orang yang membuat dirinya demikian karena kemauanya sendiri oleh karena Kerajaan Sorga”. Itu sebabnya selibat adalah sebuah pilihan seseorang atau panggilan jiwa bukan perintah untuk umat. Semua itu karena Kerjaan Sorga yang dijanjikan Allah dengan tingkat ruhani yang sedimikan rupa. Suster menambahkan dalam sesi tanya jawab alasan lainya yang ia rasakan mejadi selibater ialah ia merasa waktunya bisa digunakan sepenuhnya untuk melayani umat tetapi tidak merasakan hal tersebut sebuah masalah seperti tidak mempunyai keturunan atau tidak ada teman hidup, kalau pikiran sekilas pernah ada hal tersebut tetapi semua itu diserahkan sepenuhnya kepada Allah, dengan Kasih-Nya Dia memberi spirit kepada saya.
Lalu para pelajar Frater menambahkan mereka memilih untuk menjadi Frater awalnya tidak mudah, meskipun menjadi Freter merupakan panggilan jiwa (Frater pelayan pria yang berbeda dengan Romo/ Pasteur ia bukan imam tetapi cukup sebagai pelayan di gereja dan masyarakat, jika perempuan di Indonesia disebut Suster). Sama halnya dengan Romo dengan prinsip 3 Kaul diatas untuk dapat lebih memantapkan hati dan bertahan hingga menjadi Frater.
Pernah ada pelajar mengalami cinta dengan seorang wanita tetapi hal tersebut hal yang wajar sebagai manusia tetapi bagaimana perasaan itu di kelola oleh akal dan hati untuk menghindari sebuah komitmen dengan lawan jenis apalagi hingga ingin menikah itu namanya tidak melanjutkan menjadi seorang Frater dan memilih menjadi umat biasa atau pengurus biasa di gereja.
Dalam kegiatan ini kita berharap dapat saling memahami pandangan – pandangan diluar keyakinanya karena tidak cukup sekedar toleransi saja, dengan memahami tersebut kita dapat saling belajar dan berefleksi dengan meningkatkan kapasitas kita di tengah realitas keberagaman kita.
Kontributor berita: AMSA Jogja