Bogor – Ahmadiyya Muslim Lawyers Association (AMLA) Indonesia menggelar simulasi pengadilan semu kasus perusakan masjid yang dikelola oleh Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) dalam acara konferensi pelatihan dan pengembangan pengacara di Kemang Bogor pada Minggu (19/6/2022).
Kegiatan dilaksanakan secara hybrid selama 2 hari yang dimulai pada Sabtu (18/6/2022) itu pun memberikan gambaran kepada para peserta mengenai bermacam-macam profesi yang dapat digeluti oleh para lulusan hukum. Bahkan, di dalam konferensi tersebut para narasumber membagikan tips-tips bagi para peserta agar dapat beradaptasi secara cepat dengan lingkungan kerja dan mampu bersikap profesional dalam pekerjaannya.
Ketua AMLA Indonesia, Fitria Sumarni menyatakan bahwa para sarjana hukum JAI diharapkan dapat berkontribusi baik dalam berbagai penanganan kasus maupun dalam mentransfer ilmu hingga melakukan mentoring bagi para mahasiswa yang tengah menempuh studi hukum.
Dengan penuh keseriusan para peserta mempraktikkan adegan demi adegan dalam setiap tahapan dan rangkaian proses simulasi pengadilan semu itu. Mereka melakonkan peran masing-masing seakan benar-benar sedang menjalani proses persidangan kasus perusakan masjid Ahmadiyah.
“Moot court ini merujuk pada persidangan real kasus Ahmadiyah,” ucap Fitria.
“Para mahasiswa yang terlibat dalam moot court ini sudah mempersiapkannya selama satu bulan, tujuannya agar mereka memahami tahapan persidangan perkara pidana di pengadilan,” lanjutnya.
Menanggapi moot court yang dilakukan para mahasiswa, seorang praktisi hukum di Kendari, Muhammad Toha secara online melalui zoom mengatakan jika masalah pasal-pasal sebenarnya bisa dibaca dalam buku tetapi terkait fakta-fakta yang ada dan terjadi dalam persidangan membutuhkan banyak latihan dan jam terbang yang panjang.
Pada kesempatan yang sama, salah seorang narasumber yang juga menjabat sebagai Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Pekanbaru, Andi Wijaya memaparkan tentang pengantar strategi advokasi. Ia menyatakan bila advokasi merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan secara bertahap guna mempengaruhi kebijakan publik secara terorganisir dan terarah.
“Advokasi tidaklah seram dan tidak ribet, siapapun bisa melakukan advokasi,” ungkap Andi saat berbicara dalam acara Lawyer Training and Development Conference pada Minggu (19/6/2022).
“Bisa jadi, secara tidak sadar ternyata tindakan yang kita lakukan sehari-hari itu adalah advokasi ,” imbuhnya.
Lebih jauh ia menjelaskan jika banyak hal yang bisa dilakukan dalam setiap proses advokasi. Namun menurut Andi, ketika menargetkan kemenangan dalam menangani sebuah kasus, para pendamping harus memperhatikan dengan jeli terkait skala prioritas yang akan digarap, apakah menginginkan kemenangan secara hukum atau narasi secara publik.
“Penentuan fokus kerja tersebut akan sangat berpengaruh pada strategi yang akan dipilih saat melakukan advokasi,” tegas Andi.