Solo – Dalam rangka mempererat silaturahmi, Jemaat Ahmadiyah Indonesia (JAI) Solo bekerjasama dengan komunitas Omah Bhinneka dan Humanity First Indonesia menggelar diskusi bertajuk “Puasa Membingkai Cinta (Tinjauan Keberagaman Agama & Penghayat Kepercayaan)” di ruang Perpustakaan BRAY. Mahyastoeti, Sekretariat JAI Solo, Selasa (26 /04/2022).
Diskusi tersebut menghadirkan 6 narasumber, diantarnya Gress Raja, S.Pd. (Sekretaris Majelis Luhur Kepercayaan Indonesia/MLKI Kota Surakarta), Maulana Muhaimin Khairul Amin (Mubaligh Ahmadiyah Solo dan sekitarnya), Pdt. DR. Jarot Kristianto, M.Si. (Dosen Pasca Sarjana STT Berita Hidup), Petrus Anung Hoki (Ketua Komisi Hubungan Antar Agama dan Kepercayaan-Kevikepan Katolik Surakarta), Bagio Hadi (Parisada Hindu Dharma Indonesia), dan Dr. Situ Asih, M.Ikom. (Dosen STA Budha Raden Wijaya Wonogiri).
Acara itu dihadiri oleh berbagai tokoh agama dan kepercayaan serta perwakilan dari beberapa komunitas yang ada di Solo dan sekitarnya. Digelar secara hybrid, online dan offline. Dan dipandu oleh moderator Lydia Riana Dewi, Spd. (Bendahara Komunitas Omah Bhinneka).
Yendra Budiana selaku Juru Bicara JAI menyampaikan bahwa puasa merupakan momen untuk memiliki kepedulian kepada sesama.
“Bangsa ini Perlu sekali ruang-ruang perjumpaan seperti ini agar kita semua bisa membangun kebersamaan. Puasa sejatinya harus melahirkan rasa kepedulian kepada sesama umat manusia. Dengan inklusif, dengan membangun kebersamaan kita bisa menjadi manusia-manusia yang diharapkan Tuhan,” ungkap Yendra dalam sambutannya mewakili Amir Nasional JAI.
Mubalig JAI, Muhaimin Khairul Amin selaku narasumber pertama menyebutkan bahwa dalam berpuasa mengandung 2 aspek yaitu Teologis dan Sosiologis. Hal itu sesuai dengan ayat Al-Quran surah Al-Baqarah ayat 184 dan Ali Imran ayat 103-104.
“Aspek Teologis (Hablumminallaah), kita diperintahkan untuk bertaqwa kepada Allah SWT sebagai tujuan utama berpuasa. Kemudian yang kedua ada aspek sosiologis (Hablum Minan Naas), Kita diperintahkan untuk bersatu, saling mencintai dan saling bersaudara,” papar Muhaimin saat menyampaikan materi “Puasa dalam Islam Menghidupkan Sikap Berbagi”.
Sementara itu, Pdt. Dr. Jarot Kristianto mengatakan bahwa puasa sudah tercantum dalam Kitab Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Puasa dilakukan oleh orang Kristen seperti yang diajarkan Yesus.
“Intinya, puasa bisa mendekatkan pada Tuhan dengan mengajarkan kerendahan diri untuk menuju pertobatan,” ujar Pdt. Jarot yang menyampaikan materi tentang “Melawan Keinginan Duniawi dalam Puasa Kristen”.
Kemudian Gress Raja (Ki Kentongan), S.Pd. perwakilan Sekretaris MLKI Surakarta menambahkan bahwa dalam tradisi Jawa, puasa selalu dilaksanakan sebagai laku utama dari tirakat (keprihatinan jiwa-raga) atau laku tapa (mengasingkan diri).
“Tujuan laku tapa adalah pengendalian raga untuk kesehatan. Kesehatan raga merupakan kendali terjadinya keharmonisan atau keseimbangan antara Sedulur Papat. Atau 4 unsur alam yang membentuk raga manusia, yakni bumi (tulang dan daging), api (darah), air dan angin (oksigen),” ujar Gress yang menerangkan tema “Puasa Tapa Brata, Laku Tapa Menahan Keinginan Menghadirkan Cinta”.
Selanjutnya Petrus Anung yang mewakili Katolik menjelaskan, dalam tradisi masa pra-Paskah (puasa dan pantang) umat Katolik diajak untuk berbagi terhadap sesama.
“Dengan menyisihkan sebagian dari pengeluaran harian yang dimasukkan dalam celengan APP (aksi puasa pembangunan,” terang Anung yang menyampaikan materi tentang “Masa untuk Pertobatan dalam Konsep Puasa Katolik”.
Lebih lanjut Dr. Situ Asih dari Buddha menjelaskan bahwa dalam Budha mengenal Uposatha. Secara harafiah artinya masuk untuk berdiam dalam keluhuran.
“Jadi dalam agama Buddha, puasa lebih pada menghindari nafsu duniawi untuk mempraktikan pengendalian diri,” ungkapnya saat menyampaikan materi tentang “Uposatha, Puasa dalam Agama Budha”.
Pemateri terakhir, Pinandita Bagio Hadi yang mewakili Hindu menerangkan bahwa dalam ajaran Hindu setiap menjelang hari raya keagamaan ada aturan untuk berpuasa bai umatnya.
“Namun untuk Hari Nyepi, berpuasa selama 24 jam untuk tidak makan dan minum,” kata dia dalam memaparkan “Konsepsi Upawasa, Puasa dalam Ajaran Hindu”.
Ada juga Konsep Tapa Brata Upawasa. “Tapa Brata berarti mengendalikan diri atau mengekang hawa nafsu. Sementara Brata artinya, mengurangi makan dan minum,” lanjut Pinandita Bagio.
Jodi, salah seorang peserta yang hadir turut menyampaikan kesannya saat memberikan pertanyaan di sesi tanya jawab.
“Saya awalnya penasaran dengan Ahmadiyah sehingga berusaha hadir ketika mendapat info dari teman saya, Yusuf yang mendapat undangan dari Ustaz Muhaimin. Saya ingin mengenal lebih jauh tentang Ahmadiyah yang sebenarnya,” imbuhnya.
Di akhir acara, Maulana Muhaimin, yang juga didaulat sebagai Ketua Pelaksana berharap acara diskusi semacam ini bisa terus dilaksanakan secara berkesinambungan.
“Mudah-mudahan acara silaturahmi dan diskusi lintas iman dan komunitas ini bisa digelar secara rutin, berkesinambungan supaya sikap toleransi dan kebersamaan di kota Solo ini bisa lebih meningkat lagi,” pungkasnya.
Secara keseluruhan acara berjalan dengan lancar. Para peserta nampak sangat antusias mengikutinya, sehingga acara baru diakhiri pukul 22.45 WIB.
Kontributor : Didik Kartika Putra