Badan Penyelenggara Tasyakur (BPT) Ahmadiyah SUMUT bekerja sama dengan komunitas ‘Kopi Toleransi’ menyelenggarakan Kemah Kebangsaan selama 2 hari dengan tema “Toleransi Dalam Keberagaman Demi Persatuan dan Kesatuan Bangsa” di Lapangan Masjid Mubarak, Medan pada hari Sabtu dan Minggu (23-24/11).
Acara Kemah Kebangsaan di Lapangan Masjid seluas satu hektar ini dihadiri oleh 150 orang terdiri dari penganut agama Kristen Protestan, Katolik, Buddha , Baha’i dan Islam. Hadir juga beberapa perwakilan pelajar dan mahasiswa dari berbagai Universitas di Medan seperti UNIKA Santo Thomas, STT Abdi Sabda, UNIMED, dll.
Sore hari pukul 16.00 WIB para peserta mulai berdatangan, melakukan pendaftaran lalu menempati sebanyak 27 tenda yang telah disediakan oleh panitia. Setelah makan malam dan shalat isya, tepat pukul 20.00 WIB rangkaian acara pertama dimulai yaitu talkshow toleransi dan bahaya radikalisme.
Acara talkshow bertemakan Toleransi dalam Keberagaman Demi Persatuan dan Kesatuan Bangsa diisi oleh pembicara dari Mubaligh Ahmadiyah Mln. Muhammad Idris, Pastor Emanuel Sonny Wibisono,O.Carm, Hotdinal Sitanggang (GAPAI Indonesia) , Irham Hadi Purnama (Baha’i) dan dari LBH Medan, Muhammad Alinafiah Matondang, S.H., M.Hum.
Gunawan S.Pd. selaku pembawa acara menginstruksikan kepada seluruh peserta untuk berdiri dengan memulai menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya, setelah itu beliau mempersilahkan pembicara pertama, Mln. Muhammad Idris untuk memberikan pandangannya.
Dalam paparannya, Mln. Muhammad Idris menjelaskan ajaran suci Alqur’an Surat Al-Hujurat 43 bahwa Tuhan menciptakan manusia terdiri dari laki-laki dan wanita, berbagai macam suku bangsa dengan tujuan untuk saling mengenal. Ada istilah tak kenal maka tak sayang itu memang benar adanya, kalau Tuhan berkehendak bisa saja seluruh umat manusia dijadikan sama semua, namun nyatanya ciptaan-Nya itu berbeda-beda, agar manusia bertoleransi sehingga tampak adanya keindahan dalam perbedaan itu.
Sementara Pastor Emanuel Sonny Wibisono, O.Carm. menjelaskan arti toleransi secara etimologis berasal dari kata tolerare yaitu membiarkan atau melepaskan. Secara theologis, kita ini diciptakan Allah diberikan kebebasan, boleh memilih Allah atau menolak Allah, sehingga tidak ada manusia lain yang berhak mengintimidasi orang lain.
Sedangkan pembicara dari Agama Baha’i, Irham Hadi Purnama mengatakan bahwa toleransi itu seperti jari-jari di tangan, buah-buahan di pepohonan atau bunga-bunga di taman yang saling berbeda-beda. Tidak bisa saling protes karena memang berbeda bentuk dan warna sehingga menampakkan keindahan. Perbedaan itu suatu keniscayaan menandakan Tuhan itu Maha Kaya.
Pembicara dari GAPAI Indonesia, Hotdinal Sitanggang membacakan Kitab Yakobus 2: bahwa Yesus menyerukan agar kita mengasihi sesama manusia agar menjadi orang yang benar. “Saya menyayangkan sekali kalau misalnya ada penganut Kristen sering pergi ke Yerussalem berulang-ulang tetapi dia tidak perduli terhadap tetangganya yang sedang kesusahan, maka perginya ia ke Tanah Suci itu tidak bermakna. Sikap toleransi ini hanya dilakukan oleh orang-orang hebat, kalau belum bisa bersikap toleransi berarti dia bukan manusia yang hebat”. Tukasnya.
Sedangkan Muhammad Alinafiah memandang toleransi dari perspektif hukum, bahwa negara Indonesia dibentuk oleh para pendiri bangsa atas dasar kesepakatan dari berbagai tokoh agama, golongan dan suku yang berbeda-beda. Para tokoh bangsa bisa bersepakat karena mereka memahami arti pentingnya toleransi. Undang-undang yang ada di negara kita mengandung asas toleransi, misalnya isi Pembukaan UUD 1945, isi dari pancasila, semboyan Bhineka Tunggal Ika dan juga pasal-pasal yang terdapat di undang-undang negara Indonesia itu sendiri.
Pada intinya hak beragama dan berkeyakinan dalam keadaan apapun itu dijamin oleh undang-undang, walaupun dalam situasi perang sekalipun hak itu tidak bisa dikurangi atau dianulir.
Acara talkshow diakhiri dengan tanya jawab dengan peserta, lalu dilanjutkan hiburan standup commedy dari salah seorang peserta. Satu jam sebelum tidur para peserta menikmati permainan menghibur bertema toleransi di hadapan api unggun.
Pada hari kedua, Minggu (24/11) acara dilanjutkan dengan sosialisasi dari Komunitas Donor Mata Indonesia (KDMA) yang diisi oleh 3 pembicara, antara lain Dr. Muslihuddin dan Rizki Aisyah Amaturrahim, M.Si, sebagai relawan KDMI serta Mln. Nasrun Aminullah Muchtar bercerita berbagi pengalaman tentang pengambilan kornea mata almarhumah istrinya. Setelah itu acara dilanjutkan dengan sosialisasi program Clean The City demi menyambut tahun baru 1 Januari 2020 dengan mengadakan memungut sampah di Lapangan Merdeka Kota Medan.
Sebelum acara berakhir peserta disuguhi permainan kuis online, lalu ditutup dengan kesan dari para peserta. Koco Mulyanto, penganut agama Budha yang mengikuti acara ini menyampaikan kesannya bahwa acara ini sangat menarik dan menambah kepercayaaan dirinya untuk terus bergaul dengan orang yang berbeda, “Acara seperti ini hendaknya terus diadakan sehingga toleransi ini dapat berjalan di semua kalangan”, ujarnya.
Sementara penganut Agama Baha’i, Hartina Zainun Haris menekankan sikap toleransi itu dimulai dari diri sendiri terlebih dahulu sehingga akan ada kesatuan dan manfaat bagi orang lain.
Sedangkan Angelina Sianturi, mahasiswi Universitas Katolik St. Thomas Medan mengatakan, “Orang-orang muslim disini sangat ramah, dan jamuannya memuaskan”.
Tepat pukul 10.30 WIB acara Kemah Kebangsaanpun berakhir dengan berfoto bersama dan saling bersalam-salaman.
Kontributor : Mln. Nasrun Aminullah Muchtar
Mubarak sumut