Kota Jayapura, Papua. “…dinamakan Ahmadiyah bukan karena nama pendirinya Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad a.s., melainkan diambil dari nama Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam yang tercantum di dalam Surah As-Shaf dan sesuai pengakuan Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wasallam di dalam sebuah hadits bahwa salah satu nama beliau adalah Ahmad. Tujuannya adalah supaya para anggota muslim Ahmadiyah memiliki budi pekerti yang luhur dan agung, mengikuti dan meneladani sifat jamal, yaitu keindahan, kecantikan dan kelemahlembutan Nabi Muhammad shallallaahu ‘alaihi wasallam.”
Penjelasan diatas disampaikan Mln. Muhaimin Khairul Amin, Muballigh Daerah Papua dalam acara seminar nasional “Meningkatkan Spirit Persatuan dan Perdamaian di Tanah Papua” yang diselenggarakan oleh Jemaat Ahmadiyah kerjasama dengan Komunitas Bela Indonesia (KBI) wilayah Papua di kota Jayapura, Papua, Selasa 12 Februari 2019.
Komunitas bela Indonesia wilayah Papua dan Jemaat Ahmadiyah Indonesia cabang Jayapura memandang kegiatan Seminar tersebut perlu dilaksanakan karena beberapa fakta dalam masyarakat Indonesia menunjukkan bahwa penghormatan terhadap keberagaman semakin terancam. Kondisi ini sebagai dampak menguatnya kasus-kasus intoleransi yang rentan dialami oleh penganut agama, kepercayaan dan keyakinan minoritas di berbagai daerah di Indonesia. Dan menurut hasil survey LSI Denny J.A, dalam waktu 13 Tahun (2005-2018), warga yg mendukung Pancasila menurun sekitar 10%.
Seminar Nasional dan Diskusi itu diadakan di Aula Susteran Maranatha Perumnas 1 Waena, distrik Heram, kota Jayapura. Pembukaan Seminar dimulai pukul 14.00 WIT. dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Padamu Negeri, dilanjutkan dengan Do’a bersama, sambutan kasiter korem 172 mewakili Danrem 172 Wirayakthi dan Pemukulan Tifa, alat musik khas Indonesia bagian Timur daerah Papua. Setelah selesai pembukaan seminar, acara kemudian dilanjutkan dengan pemaparan makalah dan presentasi oleh para narasumber seminar.
Para narasumber adalah Bapak Kasiter Korem 172 Wirayakthi, Bapak Pendeta Petrus E. Moliana, S. Th (Kepala bidang umum Sinode GKI di Tanah Papua), Ato Lim, S.Pd.B (ketua Lembaga Pengembangan keagamaam Buddha), Ahmad Muhazir, SE, M.Si (Ketua Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor kota jayapura), Kurniawan Patma, S.E, M. Ak (sekretaris DPD Ikatan Sarjana Katolik Prov. Papua), Muhaimin Khairul Amin (Muballigh Daerah Papua Jemaat Ahmadiyah Indonesia).
Menurut Muhaimin Khairul Amin, Spirit yang dimiliki bangsa Indonesia untuk membangun perdamaian dalam kemajemukan, keanekaragaman dan keberagamannya dari Perspektif sosiologis adalah Bhinneka Tunggal Ika, berbeda-beda tetapi tetap satu. Sedangkan dari perspektif Politis adalah Pancasila, sebagai Idiologi bangsa dimana para founding Fathers sepakat dengan konsep negara bangsa berdasar Pancasila dan UUD 1945.
Menurutnya, Pancasila adalah esensi dari ajaran semua agama. Ia mencontohkan sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa ada di surah Al-ikhlas (Qul HuwaLLaaHu Ahad), Sila kedua Kemanusiaan yang adil dan Beradab (InnALLaaha ya’muru bil ‘Adli wal Ihsaan) dan Sila seterusnya ada di dalam Al-Qur’an, Kitab Suci Ummat Islam.
Dari perspektif Agama, Ia juga menyampaikan spirit ajaran berbagai Agama untuk membangun sebuah perdamaian. Di dalam Islam, ditekankan kepada para pemeluknya untuk berakhlaq mengikuti Akhlaq Allah (Takhollaquw bi akhlaaqiLLaah) seperti menyebarkan kasih sayang kepada siapapun.
Ajaran Buddha, “Kebencian tidak boleh dibalas dengan kebencian, kebencian akan berakhir jika dibalas dengan tidak membenci, inilah suatu hukum yang abadi.”(Dhammapada I : 5) ; Spirit Ajaran Kristen tentang Cinta Kasih dalam kitab Matius dan Lukas, “…Janganlah kamu melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapa pun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu”. “…Kasihilah musuhmu dan berdolah bagi mereka yang menganiaya kamu”. “…Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap harimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu, dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”.
Spirit dalam Ajaran Hindu yang memandang seluruh makhluk hidup sebagai teman dalam kitab Yajur Veda; Spirit kearifan lokal dari suku Jawa, Bugis, Makassar dan juga suku-suku yang ada di Papua tentang menjalin persatuan dan perdamaian, saling mengingatkan dan memuliakan. Contohnya kearifan lokal Merouke : Izakod Bekai Izakod Kai (Satu Hati Satu Tujuan), Kabupaten Mimika : “Eme Neme Yauware” (Bersatu, Bersaudara Kita Membangun). Di Papua juga terdapat mekanisme kultural yang digunakan sebagai alat untuk mendamaikan konflik dan sekaligus mengelola perbedaan. Diantaranya adalah para-para adat, Tikar Adat dan Bakar Batu.
Kemudian Muballigh Ahmadiyah tersebut mengutip sabda Pendiri Jemaat Ahmadiyah Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad ‘alaihissalaam: ““Segeralah berdamai antara satu sama lain, dan maafkanlah kesalahan saudaramu. Sebab, jahatlah orang yang tidak sudi berdamai dengan saudaranya. Ia akan diputuskan perhubungannya, sebab ia menanam benih perpecahan. Tinggalkanlah keinginan hawa nafsumu dalam keadaan apa pun, dan lenyapkanlah ketegangan antara satu dengan yang lain. Walau pun seandainya kamu ada dipihak yang benar, bersikaplah merendah diri, seakan-akan kamu bersalah, agar kamu diampuni.”
Muballigh Muhaimin juga menyampaikan sebuah motto Ahmadiyah Internasional yang diciptakan oleh Hadhrat Khalifatul Masih III, Hazrat Mirza Nasir Ahmad radhiyALLaahu ‘anhu untuk mengkampanyekan perdamaian, yaitu slogan “Love for all hatred for none, cinta untuk semua kebencian tidak untuk siapapun”sebagai perwujudan Rahmatallil’aalamiin.
Ditegaskan oleh Muballigh Muhaimin, bahwa Jemaat Ahmadiyah adalah organisasi Islam yang toleran, cinta damai dan mengakui serta menerima pancasila, UUD 1945, Bhinneka Tunggal Ika dan NKRI. Di Indonesia Jemaat Ahmadiyah berdiri tahun 1925, aktif dalam perjuangan kemerdekaan dan mempertahankan kedaulatan NKRI, berbadan Hukum dengan SK Menteri Kehakiman RI No. JA 5/23/13, Tanggal 13-3-1953, Sejak Tahun 1953. Muballigh Muhaimin menyebut pencipta lagu Indonesia Raya, WR. Soepratman adalah anggota Jemaat Ahmadiyah. Ahmadiyah di seluruh dunia senantiasa menanamkan dan menyebarkan perdamaian.
Muballigh Muhaimin juga mengutip seruan pemimpin Ahmadiyah Internasional saat ini, Hazrat Khaifatul Masih V Hadhrat Mirza Masroor Ahmad atba.: ““Kami meyakini, Jihad itu adalah mengajarkan Islam secara damai, dan Jihad yang sebenarnya adalah menyampaikan pesan perdamaian.” Muballigh Muhaimin menegaskan Di Negara yang memiliki falsafah Bhineka Tunggal Ika, dengan Dasar Negara Pancasila, UUD 1945, agama, suku, dan kearifan-kearifan lokal lainnya, disharmoni sesungguhnya tidak boleh terjadi di Indonesia, apa pun alasannya.
“…Jika di tanah air belakangan ini ada dan terjadi disharmoni (dalam kehidupan beragama khususnya), dua kemungkinan telah terjadi: pertama, elemen-elemen bangsa kita telah lupa sebagai Bangsa Indonesia, dan kedua, elemen-elemen bangsa kita telah lupa dengan esensi Bhineka Tunggal Ika, Pancasila, UUD 45, dan esensi Agama itu sendiri.” imbuhnya
Maka Jalan keluarnya untuk melenyapkan disharmoni seperti yang terjadi dalam lebih satu dasa warsa terakhir ini, semua elemen Bangsa Indonesia harus kembali ke khithah Bhineka Tunggal Ika, Pancasila, UUD 1945, Agama, Suku, dan kearifan lokal lainnya. Setiap elemen bangsa yang ingat harus mengingatkan mereka yang lupa dengan Bhineka Tunggal Ika, dengan Pancasila, dengan UUD 1945, dengan Agama, dan dengan kearifan-kearifan lokalnya. Kerukunan umat beragama itu tidak perlu diatur, jika semua elemen Bangsa dan para pemeluk agama faham, mengerti, dan mengamalkan Bhineka Tunggal Ika, Pancasila, UUD 1945, dan ajaran agamanya masing-masing. Papar muballigh Muhaimin.
Dalam acara yang diikuti oleh lebih seratus orang itu, pembicara dari beberapa agama dan perwakilan dari aparat keamanan menyampaikan pandangannya. Dalam paparannya, Letkol Inf. Danil Manalu menjelaskan sejarah perjuangan kemerdekaan bangsa Indonesia dan pentingnya menjadi warga negara yang baik. Bapak Pendeta Petrus E. Moliana, S.Th (Kepala bidang umum Sinode GKI di Tanah Papua) menyampaikan bahwa persatuan dan perdamaian merupakan 2 aspek penting dalam kehidupan bergereja dan berbangsa, tanpa persatuan kemajemukan bangsa ini akan menjadi sember perpecahan. Sementara Bapak Ato Lim, S.Pd.B (ketua Lembaga Pengembangan keagamaam Buddha) menjelaskan bahwa sikap dan tingkah laku harus sesuai dengan kepribadian bangsa dan selalu mengkaitkan diri dengan cita-cita dan tujuan hidup bangsa Indonesia sesuai amanah yang ada dalam Pembukaan UUD 1945.
Kemudian Bapak Ahmad Muhazir, SE, M.Si selaku Ketua Pimpinan Cabang Gerakan Pemuda Ansor kota jayapura, menyampaikan Pemuda harus mampu memposisikan diri sebagai perekat bagi semua komponen kebangsaan yang ada, merangkul semua kelompok di masyarakat dan membangun komunikasi dialogis dengan seluruh komponen bangsa khususnya yang ada di Tanah Papua. Adapun narasumber Kurniawan Patma, S.E, M. Ak sebagai sekretaris DPD Ikatan Sarjana Katolik Prov. Papua menyampaikan bahwa Populisme dialogis adalah resep emansipatoris yang ideal untuk merawat spirit (:nafas) persatuan dan perdamaian. Hal ini bisa diwujudnyatakan dalam bentuk dialog kehidupan, dialog karya, dialog pandangan teologis dan dialog iman. Untuk menjadikan tanah ini sebagai Papua Penuh Damai tidak boleh dengan populisme manipulatif.
Kemudian Setelah para narasumber selesai menyampaikan presentasinya, acara dilanjutkan dengan diskusi dan tanya jawab. Beberapa peserta seminar yang menyampaikan pertanyaan kepada para narasumber pada sesi diskusi antara lain dari mahasiswa dan mahasiswi IAIN Fatahul Muluk Jayapura, perwakilan SMP Papua Kasih, Perwakilan komunitas FKJ (Forum Komunitas Jayapura), perwailan Guru dan perwakilan masyarakat umum.
Para peserta yg terdiri dari perwakilan sekolah SMP, SMA, universitas Islam, universitas umum, Guru sekolah, perwakilan organisasi agama-agama dan pemuda, anggota komunitas bela Indonesia dan perwakilan masyarakat umum yg berjumlah sekitar 140 Orang terlihat antusias menyimak dan mengikuti seminar ini. Masih banyak peserta yang ingin bertanya dan menyampaikan pendapatnya, namun karena waktu sudah mencapai pukul 18.00 WIT. maka acara pun ditutup. Mereka berharap agar kegiatan seperti ini bisa terus rutin dilaksanakan.
Kontributor : Mln. Muhaimin Khairul Amin