Workshop dilaksanakan di Kampus Universitas Merdeka Malang (29/11). Setelah dibuka oleh Dekan Fisip, Dr. Sukardi, selanjutnya pemaparan penelitian Dr. Catur Wahyudi dan team dengan tema Desain Model Interaksi Inklusif Untuk Pencegahan Aliran Keagamaan: Studi Kasus Jemaat Ahmadiyah Indonesia.
Tentang Ahmadiyah terkini, dijelaskan yaitu ditengah tekanan yang masif oleh Pemerintah Pusat dan daerah, aparat keamanan, kekerasan oleh Ormas, sampai saat Ini Ahmadiyah di Indonesia masih ‘survive’ dan yang baiat menjadi Ahmadi tetap berjalan. Mengapa bisa terjadi? Salah satu hasil penelitian adalah, secara internal, para Ahmadi memiliki inti kekuatan :
1. Keimanan kepada Allah Yang Maha Kuasa dengan Segala Hak-Hak Kuasa-Nya.
2. Aspek sosial yang mengutamakan sikap mengalah, memaafkan dan toleran.
3. Hidup bersosial sebagai bagian dari kebangsaan dengan ciri tidak melawan Pemerintah kecuali melalui jalur Hukum.
Sementara secara eksternal, masih banyak kelompok yang mendukung Ahmadiyah (Nasionalis, pegiat HAM, kelompok pluralis, kelompok lintas agama).
Ditambahkan, secara empiris Kota Bandung menjadi contoh. Ahmadiyah bisa begitu guyub dengan Nahdiyyin, Muhamadiyah dan kelompok lainnya.
Pemrasaran kedua adalah KH. Saeful Abdullah yang menyatakan, pengalaman berinteraksi selama 10 tahun dengan orang Ahmadiyah. Saya amati itikad, sholat, amal saleh mereka, saya yakin 100% Ahmadiyah itu Muslim. Tidak ada hak bagi siapapun, kelompok manapun untuk menyatakan Ahmadiyah itu bukan Islam. Mereka yang menyatakan demikian harus belajar, bergaul dan mengamati mereka dengan lebih dalam lagi. Bahwa ada perbedaan, itu betul. Inti perbedaannya, Ahmadiyah menyatakan Imam Mahdi sudah datang, sedangkan golongan Islam lain, Sunni dan Syiah masih menunggu kedatangannya.
Selanjutnya, Kiagus Zaenal Mubarok (Wakil Ketua PWNU Jabar), membahas tentang Syariat dan Haqiqat. Wahyu, Ilham, ide, inspirasi secara hakikat berasal dan datang dari Allah swt. Demikian juga Wahyu yang diterima oleh Mirza Ghulam Ahmad itu hakikatnya berasal dari Allah swt. Hanya istilah yang digunakan berbeda. Kalau untuk Rasul disebut Mukjizat, untuk para orang suci dinamakan Karomah. Untuk manusia biasa disebut Maunah.
Habib Muhsin Alatas (Dewan Syuro FPI Pusat, Ketua FKUB Depok) memaparkan, masalah Ahmadiyah sudah selesai karena sudah diatur dalam SKB 2 Menteri + Jaksa Agung nomor 3/2011.
Ikuti saja aturan itu, maka tidak akan ada konflik di masyarakat. Soal masih ada pengikut Ahmadiyah dan mengajarkan pada keluarganya silakan, tapi jangan mengajak pada masyarakat luar.
Disampaikan juga bahwa Tazkirah itu kitab suci Ahmadiyah. Isinya banyak yang kacau. Contoh, Ya Ahmad yatimmu ismuka wa laa yatimmu ismi yang diartikan olehnya, nama Ahmad tidak akan berakhir tetapi nama Allah akan berakhir.
Dijelaskan, FPI telah mengislamkan ratusan orang Ahmadi di Salawu. Tetapi ada kesulitan, mereka yang telah Islam itu, harus mengembalikan uang kepada Ahmadiyah karena selama ini mereka diberi uang oleh Pengurus Ahmadiyah. Dilanjutkan, masalah perbedaan Islam dgn Ahmadiyah itu masalah Ushul (Mendasar), bukan Fur’u (kecil). Jadi tidak bisa dikompromikan.
Kemudian, KH Taufik Kusuma (FKUB Malang, Muhamadiyah) menyatakan, umat Islam jangan mudah dipecah belah. Perbedaan bisa dipecahkan dengan cara Taaruf (kenal), Tafahum (memahami), Ta’awun (menolong) dan Takaful (saling melindungi).
Pembicara berikut adalah Ketua FKUB Surabaya. Gus Yazid menyinggung masalah penelitian LIPI tahun lalu dengan responden para guru dengan tingkat pendidikan D4 sampai S3. Hasilnya 65% menyatakan Ahmadiyah sebagai kelompok yang tidak disukai. Ini perlu disikapi oleh para Peneliti dan orang Ahmadiyah sendiri agar resistensi terhadap Ahmadiyah bisa berkurang.
Pembicara terakhir dari Ahmadiyah,
Mahmud Mubarik Ahmad, memaparkan bersifat Tinjauan terhadap model inklusif yang dipaparkan Dr. Catur. Antara lain harus diteropong faktor Kepala Daerah. Kota Bandung bisa menegakkan kehidupan yang relatif toleran karena sikap Walikota terdahulu yaitu Dr. Dada Rosada yang toleran.
Diimbuhkan, faktor kekuatan lain dari Ahmadi adalah sikap Love for all, hatred for none. Slogan yang dicanangkan oleh Khalifah Ahmadiyah ke-3, Hadhrat Mirza Nasir Ahmad itu merupakan DNA bagi orang Ahmadiyah.
Tentang Wahyu dalam Tazkirah yang disebut oleh Habib Muhsin Alatas, Ekky (sapaan Mahmud Mubarik) menjelaskan, ‘Ya Ahmad yatimmu ismuka wala yatimmu ismi’, seharusnya diterjemahkan ‘Hai Ahmad namamu akan berakhir, sedangkan nama-Ku (Allah) tidak akan berakhir’.
Dalam Tadhkirah (kebetulan beliau membawa Tadhkirah berbahasa Urdu), ada catatan kaki yang ditulis oleh Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad yang intinya adalah karena Nur dan Pertolongan Ilahi sudah mencapai batas kesempurnaan, maka jiwa Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad akan kembali ke haribaan Ilahi.
“Jadi arti yang Habib sebut itu, tidak sesuai dengan yang Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad tuliskan”, ujar Ekky.
Tentang kasus Salawu, dijelaskan bahwa tidak ada permintaan uang dari mereka yang menyatakan keluar dari Ahmadiyah. Ahmadiyah meminta pengorbanan harta dari anggota, untuk Syiar Agama Islam, bukan membagikan uang kepada anggotanya.
Masalah perbedaan Aqidah yang bersifat Ushul dan bukan Fur’u, dijelaskan, Perbedaan Ahmadiyah dengan bukan Ahmadiyah adalah, Kami percaya Imam Mahdi sudah turun, sedangkan umat Islam lain masih menunggu. Acara dilanjutkan dengan tanya jawab, foto bersama dan ramah tamah.
Pada kesempatan itu, Ekky memberikan buku Krisis Dunia Dan Jalan Menuju Perdamaian kepada KH. Taufik Kusuma dan Tazkirah edisi bahasa Indonesia kepada Habib Muhsin Alatas.
Delegasi Ahmadiyah yang hadir saat itu adalah Mln. Basyarat Ahmad Sanusi (Mubaligh kota Malang dan Daerah Jatim 3), Mln. Sajid Ahmad Sutikno (mubaligh Nganjuk dan Daerah Jatim 2), Mln. Dian Kamiludin (mubaligh Bangil), Mln. Edi Zulkarnaen (mubaligh Jombang), Ir. Hamid Ahmad (Amir Daerah Jatim 3), Dr. M. Wadji (Nazim A’la Anshorullah Jatim 3), dan dua orang pengurus pemuda Ahmadiyah kota Malang (MKAI).
Kontributor : Mln. Basyarat Ahmad Sanusi dan Mln. Sajid Ahmad Sutikno.