MEREKA itulah, entah dari kalangan pegiat kemanusiaan, agamawan, maupun elite di pemerintahan, yang tak mau takluk begitu saja oleh kehendak penyeragaman. Nuansa itulah yang tampak dari pertemuan para penganut keyakinan minoritas di Indonesia dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat dengan jajaran Kementerian Agama di kediaman Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Selasa (15/7).
Ada tokoh dari Parmalim, Ahlul Bait Indonesia, Majelis Bahai Indonesia, Sunda Wiwitan, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, dan Gerakan Ahmadiyah Indonesia.
Media Indonesia | Kamis, 17 Juli 2014
KEHADIRAN negara dalam melindungi segenap anak bangsa, khususnya perlindungan bagi kaum minoritas, kerap dipersoalkan. Perbedaan keyakinan, misalnya, yang mestinya dirayakan sebagai bagian dari kekayaan peradaban bangsa, justru disikapi sebagai duri yang harus dilenyapkan.
Tidak mengherankan bila dalam kurun hampir satu dekade terakhir, pesimisme ihwal nasib kebinekaan di Republik ini memuncak. Orang serba takut berbeda keyakinan karena negara tidak menjamin keamanan mereka dalam menjalankan keyakinan itu. Namun, selalu saja ada oasis dari segelintir orang yang yakin bahwa keberagaman tak sepenuhnya mati.
Mereka itulah, entah dari kalangan pegiat kemanusiaan, agamawan, maupun elite di pemerintahan, yang tak mau takluk begitu saja oleh kehendak penyeragaman. Nuansa itulah yang tampak dari pertemuan para penganut keyakinan minoritas di Indonesia dan sejumlah lembaga swadaya masyarakat dengan jajaran Kementerian Agama di kediaman Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Selasa (15/7). Ada tokoh dari Parmalim, Ahlul Bait Indonesia, Majelis Bahai Indonesia, Sunda Wiwitan, Jemaat Ahmadiyah Indonesia, dan Gerakan Ahmadiyah Indonesia.
Kelompok agama minoritas hadir sebagai bagian dari anak bangsa yang kerap tak didengar. Karena itu, ketika Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menginisiasi pertemuan dengan maksud mendengar apa yang mestinya didengar pemerintah, apresiasi yang sangat tinggi patut kita sampaikan.
Dengan menggelar pertemuan tersebut Lukman Hakim sedang membuktikan bahwa negara tidak sepenuhnya absen dalam merawat kebinekaan. Itulah terobosan yang sangat berani dan penting dari sosok Luman Hakim. Ia jelas tengah mewarisi aksi bijak yang dulu dirintis ayahnya, KH Saifuddin Zuhri, yang juga menteri agama di era Bung Karno.
Saat menjabat menteri agama, Saifuddin Zuhri dikenal sangat menghargai keragaman. Kini, langkah-langkah mulia itu dilanjutkan putranya, di lembaga yang sama. Karena itu, dengan langkah yang jauh dari hiruk pikuk, Lukman Hakim menorehkan momentum penting bagi upaya penyelamatan keberagaman yang nyaris di titik nadir.
Sejarah pasti akan mencatat, kendati menjadi menteri agama di penghujung pemerintahan yang tinggal berusia kurang dari enam bulan, Lukman Hakim telah meninggalkan legacy amat berharga. Berkali-kali melalui forum ini kita mengingatkan bahwa negeri ini lahir atas kontribusi beragam orang dengan berbagai latar belakang agama, suku, dan keyakinan.
Karena itu, mereka merupakan anak kandung sah Republik ini dan berhak mendapatkan perlindungan dan kebebasan yang sama. Karena itu, segala upaya meniadakan pihak yang lain dengan alasan perbedaan keyakinan harus dicegah. Sebalik¬nya, berbagai upaya merajut keberagaman dalam anyaman kebangsaan harus disokong penuh.
Tentu saja, kita yakin bahwa forum pertemuan tersebut tidak hanya berhenti sampai di sini. Akan tumbuh forum-forum serupa di masa depan, apa lagi Menteri Agama juga sudah menjanjikan hal itu. Kita juga optimistis pemerintahan baru nantinya akan meneruskan langkah baik tersebut dan meninggalkan pola-pola lama yang tak memberi ruang bagi perbedaan.