Jatim 2 – Untuk menekan penyebaran Covid-19, pemerintah dalam hal ini Presiden Jokowi secara berkala terus mengingatkan masyarakat Indonesia tentang pentingnya kedisiplinan diri.
Begitu juga yang dilakukan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa meminta agar warga tak boleh lengah dengan tetap disiplin menjalankan protokol kesehatan. Tetap mencuci tangan, menjaga jarak, termasuk menghindari keramaian.
Demikian juga bagi umat Islam, saat Ramadhan dan Idul Fitri tahun 1441 H/2020 kali ini dihimbau beribadah sesuai protokol kesehatan di rumah masing-masing bersama keluarga untuk ikut mencegah penularan Covid-19.
Tidak terkecuali para Muslim Ahmadi, sebutan bagi anggota Jemaah Ahmadiyah di Jawa Timur pun secara serempak menyambut imbauan itu dengan antusiasme tinggi. Mereka dengan semangat laksanakan anjuran pemerintah, kerjakan shalat Id di rumah masing-masing pada Ahad (24/5).
Ir. H. Hamid Ahmad, Ketua DPW Jemaah Ahmadiyah Indonesia Jawa Timur mengatakan bahwa kesediaan para anggotanya secara suka cita melaksanakan imbauan pemerintah merupakan gambaran sebenarnya Ahmadiyah selalu tunduk pada pemerintah yg sah dimana saja berada.
“Kami yang tersebar di propinsi Jawa Timur dengan senang hati menyambut anjuran pemerintah tentang pencegahan penyebaran Covid-19. Diantaranya, mencuci tangan, menjaga jarak, dan menghindari keramaian”, kata Hamid.
“Pada saat pemerintah menyeru umat Islam supaya tahun ini menyelenggarakan shalat Id di rumah masing-masing, kami di Jawa Timur dengan senang hati menyambut dan mematuhinya”, terangnya.
Masih Hamid. “Anjuran pemerintah itu sangat sesuai dengan perintah Khalifah Ahmadiyah, hendaknya para ahmadi dimana saja berada selalu taat kepada aturan pemerintah. Termasuk berkaitan dengan pencegahan virus korona Covid-19 yang sedang kita hadapi. Apa yang kami lakukan ini menggambarkan bahwa Jemaah Ahmadyah selalu tunduk pada pemerintah yg sah dimana saja berada. Termasuk kami yang tersebar di Jawa Timur”, tambah Hamid.
Intinya, apa yang menjadi anjuran pemerintah, menurut ketua DPW Jemaah Ahmadiyah berupaya taati semaksimal mungkin.
Senada dengan itu, Amir Daerah Jemaah Ahmadiyah Jatim 2, Hakim Nuruddin Rubianto, ST saat diwawancarai mengatakan bahwa warga ahmadi di wilayahnya menyambut imbauan pemerintah shalat Id di rumah masing masing.
Lebih lanjut Rubianto menyampaikan, “Imbauan beribadah di rumah/lingkup keluarga masing-masing sesuai protokol kesehatan, Alhamdulillah kami di Jatim 2 telah jalankan dengan baik. Begitu juga di kelompok-kelompok kecil. Kami merasa tidak ada masalah dengan imbauan itu, asik-asik saja. Warga kami bisa melaksanakannya dengan antusias”.
“Kita sebagai umat Islam yang berkitab sucikan Alquran, mengikuti tuntunan yang ada di dalamnya, diantaranya taat kepada penguasa atau pemerintah. Karena taat pada pemerintah merupakan tuntunan dalam syariat orang muslim. Taat pada pemerintah merupakan support yang baik untuk kemajuan dan kemakmuran bangsa itu sendiri. Prinsip kami Sami’na wa atha’na, yang kami dengar itu yang kami taati”, imbuh Amir daerah asli kota Madiun itu.
Selain itu, demi menyambut anjuran pemerintah, melalui sayap organisasi kemanusiaan Humanity First, sesuai kemampuannya Jemaah Ahmadiyah ikut membantu peduli sesama dengan tagar #HFpeduliSenyummu.
“Kami melalui Humanity First sebuah sayap organisasi kemanusiaan Jemaah Ahmadiyah bekerjasama dengan pihak lainnya membagikan masker kepada masyarakat. hand sanitizer, hand soap, sembako, nasi bungkus, melakukan penyemprotan cairan disinfektan, hingga melakukan donor darah secara serempak. Selain itu juga ikut memberikan edukasi kepada masyarakat akan pencegahan Covid-19″, jelas Rubianto.
Menariknya, bukan hanya di Indonesia loyalitas tinggi para ahmadi ditunjukan, melainkan juga di seluruh dunia.
Hal itu seperti yang dikatakan mubaligh daerah Jatim 2, Mln. Sajid Ahmad Sutikno usai shalat Idul Fitri di kediamannya.
“Di dalam Jemaah Ahmadiyah seluruh dunia, ketaatan merupakan salah satu ajaran Islam yang tertinggi untuk diamalkan. Pada saat Khalifah ruhani kami mengatakan suatu perintah, maka tanpa membantahnya, kami mentaatinya. Ketika beliau meminta kami agar taati anjuran pemerintah untuk tetap beribadah Id di rumah, ya itu yang kami jalankan. Selain itu, kepatuhan kami kepada pemerintah merupakan wujud ketaatan kami kepada Islam, kepada Allah dan Rasulullah SAW.”, terangnya.
Masih Sajid. “Di dalam Jemaat Ahmadiyah patuh kepada pimpinan dalam hal yang baik, “sami’na wa atho’na sudah lama menjadi kebiasaan para ahmadi. Dan dalam hal ini pimpinan tertinggi Jemaah Ahmadiyah Internasional, Hadhrat Mirza Masroor Ahmad memberikan petunjuk agar semua ahmadi agar mengikuti aturan pemerintah setempat untuk mengurangi penyebaran virus covid-19 ini. Maka kita semua mengikuti anjuran tersebut. Itu untuk kebaikan kita, keluarga, juga masyarakat”.
Menurut Sajid, semua ini dilakukan karena terdapat tanggungjawab besar sebagai bagian dari masyarakat atau bangsa Indonesia. Yaitu, membantu apa yang dianjurkan pemerintah untuk kebaikan bersama, tidak ikut menyebarkan virus covid-19 tersebut, tanpa sengaja kepada lainnya.
“Ada tanggungjawab besar yang diamanahkan kepada kita sebagai bagaian dari warga Negara, untuk saling membantu apa yang sudah dianjurkan pemerintah untuk tidak ikut menyebarkan virus ini tanpa sengaja kepada orang lain”, ungkap mubaligh muda asal Jombang itu.
Selain itu, Mubda Jatim 2 menerangkan bahwa ada hikmah yang besar bagi semua dapat belajar untuk shalat Id mandiri bersama keluarga terdekat, juga dapat merasakan pengalaman saudara-saudara se-muslim di Negara-negara non-muslim yang tidak ada kerabatnya, melaksanakan shalat id mandiri dengan keluarga kecilnya.
Maka dari itu, Sajid mengajak saudara-saudara lainnya di tanah air untuk bersama-sama laksanakan imbauan pemerintah dengan menjaga kebersihan lingkungan, kesehatan, jaga jarak, hindari berkerumun/tidak berkumpul banyak orang pada satu tempat. Semoga tindakan dan amal kita bisa membantu pemerintah dalam mencegah penyebaran covid-19 ini.
Pengalaman Ketaatan
Dalam melaksanakan ketaatan pada pemerintah, ada pengalaman berkesan tersendiri dalam hal ketaatan dari beberapa warga muslim ahmadi saat diwawancarai.
Ahmad Saifurahman, ahmadi Ponorogo saat ditanya tentang kesannya shalat id dilakukan di rumah.
“Kesan saya, Allah Taala telah membimbing saya untuk taat kepada seruan Imam kita tercinta, Hadhrat Khalifatul Masih, yaitu melaksanakan shalat Id di rumah saja. Sebelumnya saya punya rencana menginap dan shalat Id berjamaah di Magetan. Namun, saat akan berangkat tidak bisa keluar melalui jalan utama, karena ditutup selama tiga hari.
Padahal kami sudah siap segalanya untuk berangkat”, jelasnya.
Rahman lebih lanjut mengatakan, “Untuk shalat id kali ini saya merasakan ada kenikmatan tersendiri meskipun dikerjakan di rumah bersama istri. Selain, mudah tentukan sendiri waktu untuk memulai shalat, juga merasakan lebih khusu’. Dengan shalat Id di rumah berarti saya termasuk kategori orang yang bisa ambil bagian ikuti seruan Huzur, yaitu patuhi imbauan pemerintah”.
“Sebelumnya ada perang batin di dalam diri saya pribadi, antara ikut berjamaah Id di Magetan atau kerjakan sendiri dengan istri di rumah. Ternyata dengan taat itu banyak keberkatannya”, imbuhnya
Hasan Ahmadi, seorang anggota Jemaah Ahmadiyah kota Madiun mengungkapkan bahwa, “Saya sebagai seorang ahmadi berusaha menjalani perintah dari Hadhrat Khalifah maupun Amir nasional Jemaah Ahmadiyah Indonesia. Perintah itu adalah setiap kita harus taat pada pemerintah. Yaitu, setiap warga muslim dalam pelaksanaan shalat Id diimbau kerjakannya di dalam rumah bersama keluarga. Ya saya dengan keluar ga tanpa bertanya-tanya lagi, langsung mentaati begitu saja. Karena ketaatan dalam hal yang baik merupakan wujud pengamalan dari ajaran Alquran”, jelas Hasan.
Menanggapi banyaknya warga Indonesia yang belum jalankan anjuran shalat id dirumah, Hasan pun memberikan pesan penting.
“Pesan saya, bagi saudara-saudara saya yang belum bisa jalankan imbauan pemerintah, untuk bisa berpartisipasi melaksanakan imbauan-imbauan itu, meskipun sekecil apapun partisipasi kita, insyaAllah sangat bermanfaat, buat diri dan orang banyak”, terangnya.
Menurutnya, bagi mereka yang belum bisa memenuhi anjuran pemerintah untuk shalat id dirumah, mungkin mereka memiliki pemahaman sendiri. Atau mereka belum mendengar informasi imbauan itu, atau mungkin menganggap anjuran itu sebagai sesuatu yang biasa.
“Menurut saya betapa pentingnya ketaatan kepada pemerintah itu. Ini demi untuk kepentingan kita sendiri, demi keselamatan orang banyak”, ungkap bapak dari dua anak itu.
Munoro Imam, anggota Jemaah Ahmadiyah Nganjuk pun memiliki pandangan yang sama dengan semua ahmadi di Jawa Timur lainnya. Semua itu dilandaskan berdasarkan ketaatan tulus yang diajarkan di dalam Jemaah Ahmadiyah. Sehingga para ahmadi dengan sukacita dan begitu mudah melaksanakan imbauan pemerintah untuk shalat Id di rumah-rumah.
“Motivasinya karena kami adalah seorang ahmadi. Dalam prinsipnya kami itu satu yaitu perintah Khalifah kami. Ketika beliau meminta kami taat kepada pemerintah, maka ‘sami’na wa atho’na’. Apa yang kami dengar itu yang kami taati”, terang Imam.
Masih Imam. “Hal itu sudah menjadi kesepakatan kami sebagai ahmadi harus mendengar dan patuh aturan Khalifah. Ketika Hudhur memyampaikan pernyataan untuk shalat Id di rumah sebagai salah satu cara pencegahan penyebaran virus corona yang diimbau pemerintah, maka tidak ada hak kami menolaknya, kami siap taati”.
Menurutnya, bagaimana jika kita tidak mematuhi imbauan pemerintah, tentu hal ini bisa berpotensi penyebaran covid-19 lebih parah lagi, dan Indonesia sangat sulit keluar dari musibah ini jika kita tidak dengan sukarela dan secara sadar bersama-sama aktif ikut melakukan pencegahan.
“Untuk masalah bagaimana jika kita tidak mentaati imbauan pemerintah, menurut saya keadaannya akan semakin parah, kita akan sulit keluar dari permasalahan ruwet ini. Covid-19 ini kan penyebarannya melalui kerumunan, ya paling tidak kita bantu kurangi penyebarannya, misalnya melaksanakan imbauan shalat Id dirumah”, ulas Munoro Imam.
“Kenapa kita shalat id di rumah itu karena kita ingin menghindari kerumunan orang banyak, untuk memutus mata rantai penularan terhadap covid-19 itu sendiri. Selain itu, bukan hanya shalat id saja, tapi kita juga harus hindari kegiatan-kegiatan diluar rumah yang tidak perlu. Contohnya pergi belanja ke mal atau pusat-pusat perbelanjaan lainnya. Kita ikuti anjuran pemerintah itu. Doa saya semoga, covid-19 ini segera berakhir dari Indonesia dan dunia. Kita dapat hidup dan beraktifitas normal dan bahagia lagi”, jelas pemuda yang tinggal di kecamatan Tanjunganom itu.
Kesan-Kesan Menjadi Imam dan Khatib Id Dadakan
Ada kesan tersendiri pada pelaksanaan shalat Id tahun ini, dimana ada sesuatu yang berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, yaitu diimbau oleh pemerintah untuk dikerjakan di rumah-rumah atau kelompok-kelompok kecil sesuai protokol kesehatan.
Banyak para ahmadi di Jawa Timur tampil menjadi imam dan khatib Id bagi keluarganya secara dadakan, memiliki kesan hampir sama satu dengan lainnya.
Hal itu seperti apa yang dialami Sampurno, seorang ahmadi yang tinggal di kecamatan Puncu, lereng Gunung Kelud, kabupaten Kediri.
Ia sebelumnya tidak memiliki pengalaman menjadi imam dan khatib Id, karena biasanya hanya menjadi makmum.
“Saya awalnya kagok, sebelum Idul Fitri saya berulangkali belajar bagaimana tatacaranya menjadi seorang Imam dan Khatib Id. Sebelum ini belum punya pengalaman menjadi imam sekaligus khatib Id, biasanya si menjadi makmum. Ya tentunya sedikit kaku”, ulasnya sembari ketawa malu.
Sampurno dalam khutbah Idnya membahas tentang perlunya bersabar dengan keadaan Id tahun ini. Menurutnya, sebagai warga Negara, ia dan keluarganya harus mematuhi aturan dari pemerintah, sebagai bagian dari ketaatan kepada Islam. Dirinya juga berpesan bagi semua untuk berdoa terus menerus agar Covid-19 ini segera hilang.
Begitu pula yang dialami Hariyono, seorang ahmadi dari cabang kota Kediri.
“Ya ini merupakan sebuah pengalaman baru. Dimana selama ini saya hanya sebagai makmum dalam setiap shalat Idul fitri, sekarang harus menjadi seorang imam dan khatib Id. Kemudian karena dilaksanakan di rumah dan makmumnya adalah anggota keluarga sendiri, ya tentunya rasanya berbeda dengan berjamaah di masjid”, ungkapnya.
Lebih seru lagi kesan yang dirasakan Hasanudin Ahmadi, anggota Jemaah Ahmadiyah Madiun kota. Menurutnya, beberapa hari sebelumnya berjuang keras berlatih supaya memiliki mental yang bagus menjadi imam dan khatib Id pertama kali dihadapan keluarganya yang sudah lebih senior dari dirinya.
“Saya secara pribadi menjadi imam dan khatib Id dadakan seperti ini, ya sempat deg-degan sekali si. Masalahnya baru pertama kali ini selama bertahun-tahun dari kecil sampai sekarang, belum pernah yang namanya menjadi imam shalat sekaligus khatib id. Ini pengalaman luar biasa bagi saya pribadi. Ini pengalaman baru selama ini bagi saya pribadi”, ungkapnya sembari berkelakar.
Hasan mengatakan bahwa “Kemarin itu ya masih ada rasa segan berdiri dihadapan saudara-saudara saya yang usianya kebanyakan diatas saya. Ini tantangan bagi saya pribadi. Ya, sebelum mulai shalat bagaimana rasanya, tak karuan, ya terjadi gema panggung (deg-degan). Tapi setelah shalat id, ada kepuasan tersendiri. Alhamdulillah, meskipun belum sempurna, saya ternyata kok bisa ya menjadi imam sekaligus khatib diantara keluarga. Saya membayangkan, ini baru lingkup keluarga, belum dihadapan banyak orang. Ini memberi pelajaran bagi saya, saya harus banyak belajar”, imbuhnya.
Berbeda dengan Ridho Rizki, seorang ahmadi muda (khudam) dari Nganjuk, meskipun belum pernah menjadi imam dan khatib id, namun ia sudah memiliki pengalaman terbiasa berbicara didepan banyak orang (public speaking) di tempat kerjanya.
“Saya memang sebelumnya belum pernah menjadi khatib Id, baik di masjid maupun didepan keluarga sendiri. Saya bersyukur punya sedikit pengalaman menjadi host di depan public, sehingga mental berdiri didepan orang lain Alhamdulillah punya. Sehingga saat mendapat tugas dari ayah saya untuk menjadi khatib id, dengan senang hati saya jalankan, Alhamdulillah PD”, ungkap Ridho.
Ali Mustofa Madiun juga mempunyai kesan tersendiri saat menjadi Imam dan Khotib Id.
“Untuk sholat sehari-hari saya pribadi sudah terbiasa menjadi imam berjamaah bersama istri dan anak-anak. Namun, pada ibadah id kali ini dilakukan dalam rumah bersama keluarga dan saya menjadi khatibnya. Ini menjadi yang pertama sepanjang sejarah idul fitri. Hal itu membuat saya sedikit gerogi, tapi Alhamdulillah pelaksanaan shoaat Id dan pembacaan khotbah idul fitri berjalan dengan sangat khidmat”, ungkapnya.
“Semoga idul fitri dalam pandemi seperti ini tidak terulang lagi”, harapan dan doa Ali. (Sajid AS-Rubianto)