ERUPSI Gunung Kelud, Kamis (13/2) pukul 22.50 WIB, berdampak luas terutama di Jawa Timur. Perlu tindakan cepat untuk langsung terjun ke lapangan. Ahmadiyah (JAI) di kota Surabaya merasa terpanggil. Kediri menjadi tujuannya. Mereka segera membentuk tim rombongan kecil. Mereka berkordinasi dengan Amir JAI Daerah Jawa Timur.
Walhasil, ada dua rombongan. Mereka mengendarai mobil Innova silver dan Xenia krim, meluncur ke Kediri. Mereka membawa paket-paket bantuan yang berisi sayur-mayur, pakaian layak, beserta bahan makanan mentah.
Tiba di kabupaten Kediri, Selasa (18/2) pukul 12.00 WIB. Debu-debu beserta terpaan angin seperti menyambut rombongan. Tapi itu tidak menyurutkan niat mereka untuk peduli terhadap sesama yang sedang terkena musibah.
Dua mobil melaju terus dengan kecepatan sedang, sambil melihat pemandangan sekitar pinggir jalan yang penuh dengan selimut pasir, abu, hingga debu kiriman dari letusan Gunung Kelud. Juga, atap-atap rumah yang tertutup dengan pasir. Sesekali tampak ada warga yang sedang membersihkan atap rumahnya maupun membersihkan pinggir jalan.
Tanpa terasa, rombongan sudah memasuki kota Kediri. Mereka disambut oleh hujan deras.
Akhirnya, rombongan mampir di masjid JAI Kediri. Sejauh mata memandang masih sama. Banyak pasir di sana-sini. Bahkan, masjid JAI Kediri juga kena dampak erupsinya.
Sesampainya di Kediri itu, rombongan beristirahat sebentar. Tak lama, mereka menunaikan shalat berjamaah Zuhur-dijamak-Asar.
Selanjutnya, rombongan berangkat ke kecamatan Plosoklaten untuk melihat masjid dan menengok warga Ahmadi yang ada.
Di Plosoklaten, rombongan disambut oleh Ketua JAI Plosoklaten, Bapak Sugito. Kemudian rombongan melihat masjid JAI Plosoklaten yang atapnya rusak karena tidak kuat menahan luruhan pasir, abu, dan debu dari erupsi Gunung Kelud.
Rombongan melanjutkan perjalanan, sekalian menyerahkan bantuan ke posko dapur umum. Isinya adalah sayuran, mi instan, telur ayam, dan bumbu-rempah masak.
Usai menyerahkan ke dapur umum, rombongan menuju rumah seorang warga Ahmadi di kecamatan Puncu. Jarak Puncu dengan kawah Gunung Kelud ada lebih kurang 10 kilometer.
Sampai di Puncu, rombongan disambut oleh Bapak Roni. Rombongan menyerahkan paket bantuan masker, mi instan, telur ayam, minyak telon, dan minyak kayu putih.
Rombongan beristirahat sebentar. Mereka menunggu matahari terbenam untuk menunaikan shalat Magrib-dijamak-Isya berjamaah.
Shalat berjamaah diimami oleh Muballigh Lokal JAI Kediri Maulana Muharrim Awaluddin. Sesudah shalat, rombongan makan durian dan menyruput bakso–sebagai pengganti nasi. Kemudian rombongan pamit. Mereka hendak melanjutkan perjalanan menuju pengungsian di gedung serbaguna kota Pare. Di kota itu juga ada warga Ahmadi yang diungsikan.
Sepanjang perjalanan, rombongan menyaksikan pemandangan yang menyedihkan. Bangunan banyak yang roboh karena tidak kuat menahan luruhan dari erupsi Gunung Kelud.
Jalanan yang dilalui kendaraan layaknya sudah seperti jalanan di lautan berpasir. Tebalnya pasir menutupi jalan yang ditempuh rombongan.
Rombongan sampai di Pare. Mereka jumpa dengan warga Ahmadi. Memberikan pakaian layak pakai dan paket makanan adalah sebuah dukungan moril tersendiri bagi warga Ahmadi di Pare.
Rombongan pulang, balik ke masjid JAI Kediri. Mereka sampai di Kediri pada pukul 22.00 WIB. Mereka beristirahat hingga dini hari, terbangun pada pukul 03.30. Rombongan shalat Tahajud disambung shalat Subuh dan daras.
Rabu (19/2), pukul 10.00 WIB rombongan meninggalkan masjid JAI Kediri menuju Surabaya. Rombongan sampai di Surabaya pukul 14.00 dan pulang ke rumah masing-masing.